Senin, 08 Februari 2016

Biografi Djohan Effendi


Djohan Effendi (lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, 1 Oktober 1939; umur 76 tahun) adalah menteri sekretariat negara Kabinet Persatuan Nasional era presiden Abdurrahman Wahid. Sebelumnya ia merupakan Staf Khusus Sekretaris Negara/Penulis Pidato Presiden Soeharto (1978-1995) dan ia telah menulis ratusan pidato untuk Presiden Soeharto.

Ia dikenal sebagai pembela kelompok Ahmadiyah dan senior di kalangan aktivis liberal. Namanya masuk dalam buku “50 Tokoh Liberal di Indonesia” untuk kategori pionir atau pelopor gerakan liberal bersama dengan Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid. Bagi Djohan, Ahmadiyah mempunyai hak yang sama dalam menjalankan keyakinannya di Indonesia.

Ia dikenal sebagai sebagai pemikir Islam inklusif yang sangat liberal. Dalam memahami agama, Djohan sampai pada kesimpulan:

"pada setiap agama terdapat kebenaran yang bisa diambil." 

Karena itu, ia sangat prihatin pada segala bentuk pertetangan yang mengatasnamakan agama. Karier Djohan sebagai penulis pidato Presiden tamat ketika ia "nekat" mendampingi K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berkunjung ke Israel, 1994. Kunjungan itu ditentang keras oleh sejumlah kelompok Islam. Bahkan, Moerdiono, Sekretaris Negara saat itu, juga ikut menyesalkannya.

Ketika Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden, ia diangkat sebagai Menteri Sekretaris Negara.

Pendidikan
  •     Sekolah Dasar
  •     Pendidikan Guru Agama Banjarmasin (1958)
  •     Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta (1960).
  •     IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1970)

Karier
  •     Pegawai Departemen Agama Amuntai, Kalimantan Selatan (1960-1962)
  •     Staf Sekretaris Jenderal Departemen Agama Jakarta. (1972-1973)
  •     Staf Pribadi Menteri Agama (1973-1978)
  •     Peneliti Utama Depag (sejak 1993)
  •     Staf Khusus Sekretaris Negara/Penulis Pidato Presiden (1978-1995)
  •     Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Agama (1998-2000
  •     Menteri Sekretaris Negara (2000-2001)

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Djohan_Effendi

Biografi Bondan Gunawan


Bondan Gunawan (lahir di Yogyakarta, 24 April 1948; umur 67 tahun) adalah mantan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Persatuan Nasional bentukan Presiden Abdurrahman Wahid.

Biografi

Bondan lahir di Yogyakarta, 24 April 1948. Saat SMA ia aktif di Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), sebuah organisasi beraliran nasionalis dan pro Bung Karno. Ketika kuliah di Jurusan Teknik Geologi UGM, ia pernah menjadi fungsionaris Dewan Mahasiswa UGM dari tahun 1972 hingga 1975. Ia adalah seorang geolog dan sempat menjadi dosen Fakultas Teknik Geologi dan Mineral Universitas Trisakti pada 1986 hingga 1989. Lalu ia pernah pula menjadi Rektor Universitas 17 Agustus. Bondan bergabung dengan Kelompok Kerja Forum Demokrasi (Fordem) yang dipimpin oleh Gus Dur hingga akhirnya ia menjadi Ketua dari komunitas politik tersebut. Hal ini membuatnya dekat dengan Gus Dur sehingga ia pun kemudian diangkat menjadi Sekretaris Pengendalian Pemerintahan RI dan juga Sekretaris Negara menggantikan Alirahman yang selanjutnya mengundurkan diri.

Pada saat hari raya Idul Adha tahun 2000, Bondan diutus oleh Presiden Abdurrahman Wahid untuk bertemu dengan Panglima Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM), Teungku Abdullah Syafei dan menjadikannya sebagai pejabat pemerintah pusat pertama yang datang ke markas GAM dan bertemu dengan petingginya.

Pada malam tanggal 29 Mei 2000, Bondan mengadakan konferensi pers mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatannya. Pengunduran diri itu diduga terkait dengan kasus bobolnya dana Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) Bulog sebesar Rp 35 miliar yang melibatkan dirinya. Namun ia membantah terlibat, ia beralasan pengunduran dirinya itu agar tidak membebani Presiden dengan masalah yang sedang dihadapinya. Ia kemudian digantikan oleh Djohan Effendi.

Kehidupan pribadi

Bondan memiliki dua anak masing-masing bernama Purwendah Sekarhapsari dan Bondan Kanumuyoso. Istrinya, Heridiana telah meninggal pada 17 Maret 2011 yang lalu. Selain itu, ia juga merupakan adik dari salah satu Pahlawan Revolusi, Brigjen Katamso Darmokusumo yang tewas dalam peristiwa G30S/PKI di Yogyakarta.

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Bondan_Gunawan

Biografi Alirahman


Alirahman (lahir di Menggala, Tulang Bawang, Lampung, 10 Oktober 1945; umur 73 tahun) adalah Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Persatuan Nasional.

Riwayat hidup

Sejak kelahirannya di Menggala, 10 Oktober 1945, kesederhanaan hidup menjadikan semangat Alirahman, Menteri-Sekretaris Negara era Presiden Abdurrahman Wahid, bangkit dan membentuknya berkemauan keras.

Alirahman mendapatkan didikan sang ayah. Munzir, manusia yang paling dikaguminya itu berharap Alirahman mandiri, bahkan tanpa menggantungkan harapan pada sepotong cita-cita atau angan-angan. Alirahman yakin kemajuan hanya bisa dicapai dengan peningkatan iman dan takwa; sedang membaca dan belajar sekadar menjadi kegiatan rutin.

"Karena pergolakan ekonomi, saya dan keluarga pindah dari Tanjungkarang ke Menggala. Dalam perjalanan, Zubaidah, ibu yang sangat kami cintai, meninggal dunia," kenang Alirahman.

Realitas dan kenyataan hidup terus mengajarinya betapa hidup penuh perjuangan. Karakternya kian dibentuk. Semangat hidupnya tumbuh. Pola pikir makin berkembang. "Ayah mendidik saya sangat keras, tapi dengan kandungan kebijaksanaan. Suatu hari, ada famili membuka toko kelontongan, saya ikut membantu. Tapi ayah melarang. Ayah, penjahit dan pedagang kelontong, justru menyuruh saya mencari pekerjaan lain," kata Alirahman.

Suatu ketika ia meminta sepatu. Permintaannya langsung ditolak. Alirahman bertanya kenapa. Sang ayah justru menekankan agar Alirahman cari akal. "Pergilah memancing dan jual ikannya. Nanti kamu dapat uang, terus beli sepatu," ujarnya.

Cara ayah mendidiknya tidak sebatas lewat realitas hidup sehari-hari. Ia juga memberi gambaran dari beberapa sosok besar dunia seperti Abraham Lincoln, H.O.S. Tjokroaminoto, dan H. Agus Salim. Tidak jarang ayahnya berdiskusi dengan anak-anaknya. Kata ayahnya, keberhasilan yang hakiki muncul dari pribadi sendiri.

Ketika pada suatu kali bersama adiknya sedang menderes karet dan menggembala empat kambing, dia bertanya kepada sang ayah: Sesungguhnya apa yang diinginkan ayah dari anak-anaknya.

Ayahnya menjawab simpel: Kamu dapat menjadi kebanggaan orang tua, kebanggaan keluarga, syukur-syukur kebanggaan bangsa dan negara.

Tidak heran jika kini ditanya apa cita-citanya sejak kecil, Alirahman spontan menjawab dia tidak tahu apakah sewaktu kecil sudah punya cita-cita. Yang dia paham, kalau mau, sekolahlah menuntut ilmu. Pendidikan membuka jendela masa depan. Filosofi itu menggerakkannya keluar kampung halaman. Dengan menumpang kapal Halimun dan kereta api, sampailah Alirahman di Jakarta.

Dalam pengembaraan kehidupannya, Alirahman pernah pula tinggal di Ponorogo dan akhirnya tinggal cukup lama di Bogor. Di Jakarta dan di Bogor, dia menimba ilmu sepuasnya sehingga sempat melupakan tanah kelahiran dan kampung halaman. Pendidikan dasar dan menengah dilalui dengan gemilang. Tahun 1973 ia merengkuh gelar insinyur dari Institut Pertanian Bogor.

Periode 1970--1972, suami Mirna Ali (kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 8 Juli 1947) ini duduk sebagai sekretaris jenderal Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) IPB. Bagi dia, masa kuliah di IPB sangat menyenangkan karena banyak dosen peduli kemajuan mahasiswa.

Dia menyebut Andi Hakim Nasution sebagai pengajar yang tekun dan demokrat serta menganggap mahasiswa sebagai teman belajar. Nama ini abadi dalam ingatannya.

Dalam 1971--1972, ayah dua anak (Dahlia Agustini Ali, kelahiran Jakarta, 5 Agustus 1975, dan Hilman Ali, kelahiran 21 September 1976) ini menduduki kursi ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Bogor. "Sejak saat itu, saya mengenal Nurcholish Madjid dan mengaguminya," kata dia.

Selama 1972--1973, lulusan diploma dari Pendidikan Perencanaan Nasional (PPN) Universitas Indonesia (1975) itu menduduki kursi Ketua Dewan Mahasiswa IPB. "Di UI saya mengenal konsep ilmu ekonomi, yang diajarkan Sri Edi-Swasono," kata dia. Tugas pertamanya setelah menjadi pegawai negeri di Bappenas tahun 1974 adalah membantu kepala Biro Pertanian dan Pengairan menyusun konsep pelaksanaan program bimbingan massal (bimas) usaha ternak ayam.

Tahun 1975, bersama drh. Daman Danuwijaya, drh. Yaman, dan drh. Mangungsong, dia memprakarsai penyusunan konsep pelaksanaan pemanfaatan teknologi kawin suntik (artificial insemination) pada peternakan sapi perah di Pengalengan dan Malang.

"Selama di Bappenas, saya sangat terkesan dengan Widjoyo Nitisastro. Dia selalu mendorong dan mendidik untuk maju. Dia amat teliti soal akurasi data. Dia pun terkadang mengirim salinan buku-buku ekonomi," tuturnya.

Menyinggung masa awal ketika ditugaskan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Menteri-Sekretaris Negara, Alirahman menyatakan sempat tidak tahu penunjukan itu. Ketika namanya disebut masuk Kabinet Persatuan Nasional yang diumumkan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri beberapa hari setelah usainya SU MPR 1999, Alirahman sedang rapat di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Waktu itu posisinya deputi Perencanaan dan Pengembangan Kepegawaian.

Beberapa rekan menerobos ruang rapat dan mengucapkan selamat. "Cek dulu," jawab saya. Akhirnya Alirahman resmi disebut. Dia pun langsung berdoa bersama anak yatim piatu di Al-Hasanah, Mampang, Jakarta Selatan. "Visi saya mengubah Sekretariat Negara dari power center menjadi service center, seperti yang pernah saya pelajari tentang Gedung Putih di Amerika," kata dia.

Selama menduduki jabatan sesneg, dia sudah bertekad membantu Gur Dur mengembangkan Republik Indonesia menjadi negara kuat. Negara kuat digambarkan oleh tegaknya hukum, tertibnya hukum, meningkatnya penerimaan pajak, dan kuatnya sistem ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Karena yakin jabatan itu semata hidayah dan bukan titipan, dia bekerja keras, kendati harus pulang larut.

Pendidikan:

Insinyur, tamat IPB tahun 1973
Diploma, Pendidikan Perencanaan Nasional (PPN),
Universitas Indonesia, tahun 1975
M.Sc. Economics, Colorado State University,
USA, tahun 1982
Ph.D., Agricultural and Natural Resource Economics,
Colorado State University, USA, tahun 1985

Jabatan

A. Sekretaris Negara

1999--2000 Sekretaris Negara (State Secretary) RI
 
B. BKN
11-8-1999 Deputi Perencanaan dan Pengembangan Kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara (BKN).
 
C. Bappenas
1995--1999 Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Pembangunan (Pusdiklat Renbang), Bappenas
1994--1995 Kepala Biro Administrasi Pendidikan dan Pelatihan, Bappenas.
1994--1995 Banasmen II, Penanggulangan Kemiskinan, Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional.
1994--1995 Kepala Divisi I Overseas Training Office (OTO), Bappenas.
1993--1994 Kepala Biro Pertanian, Pangan, dan Kehutanan, Bappenas.
1986--1993 Kepala Biro Pertanian dan Pengairan, Bappenas.

Kerja Sama Internasional

Sejak tahun 1986 bersama OECF, IFAD, World Bank, dan Asian Development Bank menyusun konsep berbagai kebijakan publik dan proyek perkebunan, perikanan, tanaman pangan, peternakan, dan pengairan.


Referensi:

Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post. Hlm. 195-197. (http://paratokohlampung.blogspot.co.id/2008/11/alirahman-1945-bersekolah-pada.html)

Biografi Widodo A. S.


Laksamana TNI (Purn.) Widodo Adi Sutjipto (lahir di Boyolali, Jawa Tengah, 1 Agustus 1944; umur 71 tahun) adalah politikus Indonesia yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menkopolhukam sejak 21 Oktober 2004 hingga 22 Oktober 2009. Pada 2 April – 29 Agustus 2007, ia ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Dalam Negeri ad interim. Ia juga mantan tokoh militer TNI-AL.

Setelah menyelesaikan sekolah atasnya di SMA Negeri 1 Surakarta dan lulus dari Akademi Angkatan Laut pada tahun 1968, Widodo menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Laut sebelum diangkat menjadi Wakil Panglima TNI oleh Presiden BJ Habibie, tahun 1999. Oleh Presiden Abdurrahman Wahid, ia diangkat menjadi Panglima TNI dari 26 Oktober 1999 hingga 7 Juni 2002. Ia merupakan panglima pertama yang bukan berasal dari kesatuan Angkatan Darat dalam sejarah Indonesia.

Riwayat Jabatan
  •     Komandan Peleton Kompi Protokol Denma Armada (1 Desember 1971)
  •     Perwira Urusan Dalam Lanal Semarang (3 Maret 1972)
  •     Kepala Seksi Operasi Keamanan Laut Lanal Semarang (1 Januari 1974)
  •     Kabag Penerangan dan Protokol Siaga PAL Surabaya (15 November 1975)
  •     Paban Muda Operasi Sops Kowilhan-IV / Hankam (1 Januari 1981)
  •     Paban Perencanaan dan Evaluasi Operasi Kowilhan-IV / Hankam (1 Juni 1981)
  •     Palaksa KRI Samadikun-341 (1985)
  •     Komandan KRI Monginsidi-343 (1986)
  •     Komandan KRI Ki Hadjar Dewantara-364 (1988)
  •     Komandan KRI Abdul Halim Pedanakusuma-355 (1989)
  •     Asisten Operasi Komandan Gugus Tempur Laut Armada Timur (1991)
  •     Perwira Pembantu (Paban) I Strategi dan Operasi pada Direktorat Kajian dan Pengembangan Sesko ABRI (1 Oktober 1992)
  •     Komandan Gugus Keamanan Laut Armada Barat (Guskamlabar) (15 Juli 1993)
  •     Kepala Staf Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) (1994)
  •     Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (1 Februari 1995)
  •     Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kasal (1 Maret 1996)
  •     Wakil Kepala Staf TNI AL (Wakasal) (15 Juli 1997)
  •     Kepala Staf Angkatan Laut (1998)
  •     Wakil Panglima TNI (17 Juli 1999)
  •     Panglima TNI (1999-2002)
  •     Menteri Koordinator Politik, Hukum, Dan Keamanan, Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009)
  •     Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2010-sekarang)


Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Widodo_A._S.

Biografi Marzuki Darusman


Marzuki Darusman, SH (lahir di Bogor, Jawa Barat, 26 Januari 1945; umur 71 tahun) adalah Jaksa Agung Republik Indonesia untuk periode 1999-2001 menggantikan Andi Muhammad Ghalib. Ia adalah kakak kandung dari komposer Indonesia Candra Darusman yang sampai saat ini aktif menjadi Direktur Human Rights Resource Centre (HRRC).
Pendidikan

Sosok yang lebih akrab dipanggil Kiki ini menamatkan pendidikan di bangku sekolahnya di SMA Kolese Kanisius. Karena ayahnya seorang diplomat, ia bersekolah di berbagai negara mengikuti ayahnya ditugaskan seperti Singapura, Australia, Perancis dan Portugal. Ia pernah mengenyam pendidikan di jurusan Fisika Murni Institut Teknologi Bandung dan jurusan Arsitektur Universitas Goethe Frankfurt namun tidak selesai. Marzuki menamatkan jenjang S1 jurusan Hukum internasional Universitas Katolik Parahyangan Bandung pada tahun 1974. Selama kuliah, ia dipercaya menjadi Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (1970-1971) dan Sekretaris Jenderal Badang Kerjasama Senat/Dewan Mahasiswa Bandung.
Karier

Kiki mengawali kiprah politik sejak menjadi Sekretaris Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Barat (1973-1974) dan Sekretaris Jenderal KNPI (1974-1978). Kemudian ia dipercaya menjadai Sekretaris Jenderal Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia/AMPI (1978-1981) dan selama menjadi Ketua KNPI Pusat juga menjabat Sekretaris Jenderal Komisi Kerjasama Pemuda Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara/ASEAN (1978-1981). Kariernya terus menanjak dengan menjadi Wakil Presiden Dewan Pemuda Asia (1977-1993), Wakil Ketua IPU Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa(1990-1992). Di dalam negeri, kariernya tak kalah mentereng. Kiki dipercaya menjadi Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1993-1998) lalu Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1998-2003). Ia juga pernah menjadi Ketua Partai Golongan Karya, Ketua Fraksi Partai Golongan Karya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Jaksa Agung Kejaksaan Agung Indonesia. Saat menjabat sebagai Jaksa Agung, ia dianggap berprestasi karena berhasil menggiring beberapa koruptor papan atas ke dalam jerat hukum, diantaranya adalah mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin dalam kasus Bank Bali (sekarang Bank Permata) dan Raja Hutan Bob Hasan serta beberapa kroni Soeharto.[1] Selain itu ia pernah menjabat sebagai Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998 dan salah satu tokoh yang turut mendirikan Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Marzuki_Darusman

Biografi Cacuk Sudarijanto


Ir. Cacuk Sudarijanto (lahir di Tulungagung, 29 Januari 1948 – meninggal di Jakarta, 10 Juni 2004 pada umur 56 tahun) adalah Menteri Muda Urusan Rekstrukturisasi Ekonomi Nasional pada Kabinet Persatuan Nasional. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua BPPN serta Direktur Utama di PT Telkom dan Bank Mega. Ketika menjabat sebagai Direktur Utama di PT Telkom, ia mendirikan Sekolah Tinggi Teknologi Telkom (STT Telkom) dan MBA Bandung/Sekolah Tinggi Manajemen dan Bisnis Telkom (STMB Telkom) yang merupakan cikal-bakal berdirinya Telkom University.

Cacuk Sudarijanto adalah salah seorang yang berjuang keras mencetak insan-insan telekomunikasi melalui pendirian perguruan tinggi STTTelkom di tahun 1990 ketika dirinya menjabat Dirut Telkom. Sejak pendiriannya, Cacuk sangat menyadari bahwa perkembangan pesat teknologi komunikasi dan informasi mesti diimbangi dengan sumber daya manusia(SDM) yang mumpuni.

Pemegang gelar Teknik Pertambangn ITB(1973) tersebut memiliki perhatian ekstra tinggi terhadap pembangunan SDM melalui, landmark strategy Program 321″. Beliau memiliki posisi penting dalam keseluruhan proses tranformasi Telkom, seorang pengamat ekonomi yang melakukan riset tentang perjalanan transformasi BUMN telekomunikasi ini bahkan menyebut ayah lima anak hasil perkimpoian dengan Titi Muktiani itu sebagai Bapak Transformasi Telkom.

Cacuk adalah manusia langka di Indonesia.Sosok manager-leader yang jujur, berdesikasi, memiliki visi jauh ke depan (visioner), tegas, keras, dan berani mengambil risiko, puji sang pengamat. Alhasil bukan berlebihan bila kemudia Cacuk Sudarijanto mendapat penghargaan dari Lembaga Manajemen UI, lantaran dianggap berhasil meletakkan dasar-dasar manajemen modern bagi Telkom.

Cacuk memunculkan ide mendirikan STTTelkom yang fenomenal di tahun 1991 (pendaftar dari 30.000 orang diseleksi tinggal 1000 orang diambil dari seluruh pelosok Indonesia untuk menjadi mahasiswa ikatan dinas di PT.Telkom). Beliau bahkan bercita-cita, jika jaman itu (zaman Orde baru) yang dihadiri wisudanya oleh Presiden dari kalangan militer adalah Akmil, dari kalangan Pamong Praja adalah STPDN, dari kalangan Sipil/BUMN adalah STTTelkom. Bahkan Cacuk sampai mengeluarkan statement untuk mahasiswa STTTelkom yang dimotivasinya dengan jargon Otak ITB, Hati Gontor, Disiplin Magelang. Walau kemudian kedepannya STTelkom tidak berkembang seperti yang dicita-citakan Cacuk, setidaknya hal ini menjadi fundamental dari STTTelkom yang saat ini sudah berubah menjadi IT Telkom.

Di internal perusahaan, untuk memotivasi karyawan, Cacuk menaikkan gaji hingga 300 persen. Suatu jumlah yang tidak mungkin terjadi pada masa sebelumnya. Bonus diberikan kepada karyawan yang telah memberikan pelayanan terbaik. Untuk memberi kesan yang lebih dinamis, logo perusahaan diubah.

Dalam tempo kepemimpinannya dari 1998-1992, PT Telkom telah memiliki 3,5 juta satuan sambungan dengan kualitas pelayanan yang lebih baik. Cacuk telah meletakkan tonggak perubahan di perusahaan itu. Sulit membicarakan perubahan di PT Telkom tanpa menyebut nama Cacuk.

Berhasil melambungkan kinerja Telkom menjadi salah satu BUMN andalan di bidang layanan jasatelekomunikasi, mantan Dirut Bank Mega(1996-1998), Direktur Operasi Indosat(1980-1988), dan Direktur Operasional IBM Indonesia (1974-1980) itu berhenti dari Telkom setelah empat tahun menjabat. Posisinya sebagai Dirut digantikan Setyanto P.Santoso.

Menilik jasa-jasanya, Cacuk Sudarijanto yang sempat aktif dalam partai politik yang didirikannya, Partai Daulat Umat, pantas dikenang dan dihargai tidak hanya seluruh karyawan PT.Telkom tetapi seluruh insan telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya, tanpa jasa Cacuk Sudarijanto sebagai pendobrak Telkom, maka peta telekomunikasi di Indonesia tidak akan seperti sekarang.

Belajarlah sebanyak-banyaknya. Get all the education you can! Sesudah itu, lakukanlah sesuatu. Bagi bangsa Indonesia! (Cacuk Sudarijanto)

Karier
  •     2000-2001 - Menteri Muda Urusan Rekstrukturisasi Ekonomi Nasional, Kabinet Persatuan 

Nasional

  •     2000 - Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional
  •     1998-1999 - Direktur Jenderal Usaha Kecil dan Menengah, Departemen Koperasi dan UKM
  •     1996-1998 - Direktur Utama PT. Bank Mega Tbk.
  •     1988-1992 - Direktur Utama PT. Telekomunikasi Indonesia
  •     1980-1988 - Direktur Operasi PT. Indosat
  •     1974-1980 - IBM Indonesia dengan Posisi terakhir sebagai Direktur Operasi

Di luar karier
  •     1995 - Direktur Eksekutif, Panitia Nasional 50 Tahun Indonesia Merdeka
  •     1987-2000 - Pengajar LEMHANNAS
  •     PERMANIN (Persatuan Manajemen Indonesia)

Buku/Artikel tulisan Cacuk Sudarijanto
  •     Belajar Tiada Henti, Autobiografi
  •     Jurus Manajemen, Kumpulan Artikel

Penghargaan
  •     Satya Lencana

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Cacuk_Sudarijanto
http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000016857522/cacuk-sudarijanto-bapak-transformasi-telkom/