Di artikel sebelumnya sudah saya tulis 6 Catatan terkait Pemerintahan Turki di bawah kepemimpinan Erdogan, baik sejak beliau menjabat sebagai Walikota Istanbul, sampai menjadi Perdana Menteri Turki.
Sebagai kelanjutannya, ini dia 4 Catatan Sejarah semasa beliau menjabat sebagai Perdana Menteri dan Presiden Turki ke-12.
10 Catatan Sejarah Pemerintahan Recep Tayyip Erdogan - Bagian 2
Langsung ke nomor 7 ya guys, karena nomor 1 sampai 6 ada di artikel sebelumnya.
7. Erdogan Benci Sosial Media namun pernah diselamatkan olehnya
Sebagai kelanjutan skandal korupsi yang menghebohkan Turki di atas, tersebar rekaman audio sebanyak 5 video di Youtube. Video viral ini berisikan pembicaraan Erdogan dengan anaknya pada 17 Desember 2013.
Di dalamnya Erdogan memerintahkan anaknya untuk menyembunyikan uang dalam jumlah yang sangat besar.
Rekaman ini ditanggapi Recep Tayyip Erdogan pada 26 Februari 2014. Beliau menyatakan bahwa telepon beliau telah disadap. Namun ia juga menyebutkan bahwa percakapan tersebut tidak pernah terjadi. Ia menuduh rekaman ini telah di-dubbing, dengan menggabungkan potongan beberapa obrolan beliau di waktu yang berbeda.
Seorang analis – Joshua Marpet – menyebutkan bahwa kemungkinan besar rekaman ini adalah asli, dan kalaupun benar telah dimodifikasi, maka teknologi yang bisa membuat hal tersebut terjadi belum dia ketahui.
Malam di tanggal yang sama, parlemen di bawah kepemimpinan beliau mengeluarkan perintah untuk mem-block sejumlah situs internet dan mengizinkan akses data trafik internet pada pemerintah.
Demonstrasi Terhadap Pemblokiran Twitter, Maret 2014 - Sumber : BBC.com |
Pada 20 Maret 2014, Erdogan berpidato dan berjanji akan menutup akses Twitter dan mengancam juga akan menutup akses Facebook. Hanya beberapa jam kemudian DNS Twitter telah di-block, dengan alasan ‘ada 4 perintah pengadilan yang diabaikan oleh Twitter untuk menghapus konten yang melanggar privasi’.
Menurut beberapa pihak, konten yang dimaksud berisikan link ke Video Youtube kontroversial di atas. Sayang, penulis tidak menemukan link video tersebut.
Di hari itu hashtag alias tagar #TwitterisblockedInTurkey langsung menjadi trending topic. Ban ini tidak cukup efektif, karena beberapa hari kemudian graffiti 8.8.8.8 dan 8.8.4.4 tersebar di beberapa dinding kota Istanbul. Itu adalah alamat Public DNS milik Google yang bisa dipakai untuk tetap bisa meng-akses Twitter.
Pemblokiran Twitter ini dihentikan pada 3 Juni oleh Pengawas Telekomunikasi Turki atas perintah pengadilan.
Meme - Sosial Media Menurut Recep Tayyip Erdogan |
Itu bukanlah pemblokiran terakhir dari Erdogan terhadap internet dan sosial media. Tanggal 4 November 2016, beberapa situs seperti Twitter, Facebook, Whatsapp dan Youtube kembali ditutup aksesnya oleh pemerintahan Turki. Dipercaya tindakan ini berhubungan dengan penangkapan 2 wakil pimpinan Partai Oposisi Kurdi (HDP = Partai Demokrasi Masyarakat) beserta 9 anggota parlemen dari partai tersebut. Alasan penangkapan adalah upaya menangkal aksi terorisme.
Tapi uniknya di saat upaya kudeta pada Juli 2016, sosial media adalah salah satu penyelamat beliau. Beberapa kali beliau menggunakan FaceTime, Facebook dan Twitter untuk mengumumkan keberadaan dan keamanan beliau. Twitter pun digunakan misalnya untuk meminta imam di masjid untuk mengumumkan masyarakat sekitar untuk turun ke jalan, menyatakan dukungannya kepada beliau.
FaceTime (aplikasi video & audio milik Apple) juga dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan CNN Turki. Beliau meminta para pendukungnya untuk turun ke jalan dan mengabaikan jam malam yang dikeluarkan oleh para pelaku kudeta.
Hal ini membantu dalam pengalihan perhatian sehingga Erdogan dan tentara yang loyal bisa menyusun strategi untuk menangkal upaya coup tadi.
Bahkan disebut-sebut komunikasi utama antara Erdogan dengan para pembantunya adalah menggunakan Whatsapp di saat kritis tersebut.
Padahal pelaku coup sudah berupaya menguasai kantor berita Turki, namun tidak mempertimbangkan keberadaan teknologi zaman now, yaitu sosial media yang ternyata lebih efisien dalam menyebarkan berita.
8. Upaya Kudeta Yang Gagal
Pada 15 Juli 2016 menjelang pukul 23.00 waktu setempat, faksi di dalam Angkatan Bersenjata Turki berusaha mengambil alih pemerintahan dan menjatuhkan kepemimpinan Erdogan. Faksi ini menamakan dirinya Peace at Home Council (Majelis Perdamaian Tanah Air). Majelis ini diduga dipimpin oleh Kolonel Muharrem Kose.
Massa Turun Ke Jalanan Istanbul Menanggapi Kudeta 15 Juli 2016 - Sumber : TRTWORLD |
Saat kudeta terjadi, Erdogan sedang berlibur di Marmaris – barat daya Turki. Pernyataan resmi pertama dilakukan melalui percakapan via FaceTime dengan CNN Turki. Di mana beliau meminta pendukungnya turun ke jalan.
Pukul 4 dinihari tanggal 16 Juli 2016, Erdogan meninggalkan hotel tempatnya berlibur. Tak berapa lama, hotel tersebut diserang oleh 2-3 helikopter. Menurut saksi mata di saat itu juga turun belasan orang bersenjata lengkap dan menyerang hotel ini. Menurut berita 2 polisi tewas dan 8 orang terluka dalam kejadian tersebut.
Recep Tayyip Erdogan menuduh Fethullah Gullen sebagai otak di belakang kudeta ini, dan sekaligus menuduh Amerika Serikat melindungi pemimpin Gullen Movement ini.
Lebih jauh lagi beliau menuduh Kepala Pusat Komando Amerika Serikat – Jenderal Vote sebagai orang yang mendukung kudeta. Tuduhan yang dilayangkan sebagai tanggapan atas pernyataan Jenderal Vote yang menuduh pemerintahan Turki menahan kontak Pentagon di Turki.
Recep Tayyip Erdogan mengumumkan Turki berada dalam Status Darurat per tanggal 20 Juli 2016 selama 3 bulan. Parlemen mengamini hal ini. Kondisi darurat ini diperpanjang kembali 3 bulan berikutnya.
“Gullen Movement adalah istilah yang diberikan kepada pendukung Fethullah Gullen. Dianggap sebagai organisasi teroris oleh Pemerintah Turki.”
Gullen membantah tuduhan tersebut, dan menyebutkan bahwasanya kudeta ini adalah kudeta palsu. Kudeta yang disutradarai oleh Erdogan sendiri. Dengan tujuan untuk semakin menancapkan kekuasaannya.
Diperkirakan lebih dari 300 orang tewas dalam upaya kudeta ini, dan lebih dari 2.100 orang cedera. Namun menurut CNN korban tewas sedikitnya 161 orang, dan 1.140 orang cedera.
Sebagai kelanjutan dari kudeta gagal ini adalah Penangkapan Besar-besaran atau Pembersihan Besar-Besaran terhadap lebih dari 40.000 orang, di antaranya ada sekitar 10.000 polisi dan 2.745 hakim, tanpa alasan jelas. Sekitar 15.000 staf pengajar dicabut izinnya. 21.000 guru yang mengajar di lembaga pendidikan swasta juga diberhentikan dengan alasan pendukung setia Gullen. Selain itu ada 100.000 orang ditangkap atau dipecat dari pekerjaannya disebabkan tuduhan memiliki hubungan dengan Gullen.
Kolonel Muharrem Kose – mantan Kepala Urusan Hukum Militer yang di bulan Februari dibebas-tugaskan dari Angkatan Bersenjata Turki, atas tuduhan Konspirasi Perencanaan Pembunuhan Deputi Perdana Menteri Turki - dituduh sebagai pemimpin kudeta. Beliau ditangkap pada 19 Juli 2016 (4 hari setelah kudeta).
Namun 6 minggu kemudian ia dilepas dan diberi posisi di Kantor Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Turki – pimpinan Jenderal Hulusi Akar - pada 27 Agustus 2016.
“Tokoh yang diduga mendalangi kudeta 15 Juli 2016 ditangkap dan kemudian dilepas, untuk selanjutnya bekerja di Kantor Kepala Staf Umum AB Turki.” (Sumber : Milliyet.com)
9. Erdogan dan Dekrit Presiden Pencabutan Bulu/Rambut
Di saat Turki masih ber-Status Darurat atau tepatnya pada 29 Maret, Erdogan mengundang sejumlah ahli kecantikan. Even ini ditayangkan langsung lebih dari 1 jam di depan televisi. Acara tersebut menayangkan penandatanganan Dekrit Presiden terkait Proses Pembuangan Rambut/Bulu. Plus dibumbui dengan informasi Referendum yang akan dia adakan bulan depan.
Penandatanganan Dekrit Presiden Pembuangan Bulu/Rambut. Erdogan dikelilingi oleh sejumlah Ahli Kecantikan, 29 Maret 2017 - Sumber : Al Monitor |
Isinya kira-kira adalah membuka izin bagi salon kecantikan untuk melakukan operasi pembuangan rambut/bulu ini dengan menggunakan laser. Padahal pada Undang-undang yang ada sebelumnya, ditegaskan kalau operasi ini hanya boleh dilaksanakan di klinik atau rumah sakit.
Para pakar kulit (dermatologis) protes terhadap kebijakan ini, karena hal ini bakal menambah korban malpraktek dari penanganan petugas yang tidak kompeten di tempat yang juga belum tentu higienis. Salon kecantikan kecil dipastikan bakal membeli mesin bekas untuk melakukan operasi ini karena keterbatasan modal. Sebelum dekrit ini dikeluarkan sudah banyak jatuh korban seperti kulit terbakar, dan lainnya.
Para ulama juga menentang kebijakan ini, karena membuang bulu/rambut menurut mereka tidak islami, terutama wanita yang harus membuka sebagian tubuhnya (baca: aurat) untuk dioperasi.
Banyak yang menghubung-hubungkan ini dengan Referendum yang akan diadakan beberapa bulan ke depan. Menurut mereka tindakan ini jelas bertujuan untuk menambah voter.
10. Referendum Konstitusi Kontroversial Pun Mampu Ia Menangkan
Di hari Minggu, 16 April 2017, Pemerintahan Turki di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan, mengadakan Referendum Konstitusi. Tujuannya adalah meminta persetujuan masyarakat Turki di dalam negeri maupun di luar negeri, atas 18 Usulan Amandemen Konstitusi. Referendum dilaksanakan di saat Turki masih berada di dalam Status Darurat.
Di antara isi Referendum tersebut adalah :
- Merubah sistem pemerintahan dari sistem Parlemen menjadi Republik (Sistem Presidential). Sehingga otomatis posisi Perdana Menteri pun dihapus. Selain itu jabatan Presiden akan memiliki kekuasaan yang lebih luas dari sebelumnya. Berbeda dengan Presiden di sistem Parlemen, di mana jabatan itu hanya sebagai simbol dan tidak memiliki peran politik.
- Jumlah kursi parlemen ditambah, dari yang sebelumnya 550 kursi menjadi 600 kursi, dan masa bakti anggota parlemen ditambah menjadi 5 tahun (sebelumnya 4 tahun). Bahkan batas usianya diturunkan menjadi 18 tahun.
- Meminta perubahan pada sistem di Mahkamah Agung Hakim dan Jaksa (HSYK), di mana Presiden memiliki hak menunjuk 4 dari 13 anggota Mahkamah Agung itu.
- Calon Presiden tidak wajib meletakkan jabatannya di Partai untuk bisa mencalonkan diri.
- Militer tidak diperbolehkan mengajukan diri menjadi Presiden.
- Presiden hanya bisa di-impeach oleh Parlemen bila terbukti melakukan tindakan pengkhianatan.
Sebelum Referendum dimulai, Majelis Tinggi Pemilu (YSK) mengeluarkan pengumuman bahwa kertas suara dianggap sah walau tidak diberi stempel. Hal yang pasti mendapat banyak protes, baik dari partai oposisi maupun masyarakat. Sebagai hasilnya ditemukan ada 1,5 juta kertas suara yang tidak berstempel.
Demonstrasi besar pun pecah menyambut pengumuman dari Majelis Tinggi Pemilu Turki ini.
Ekspresi Pendukung YA di Referendum Turki - Sumber : Washington Post |
Uni Eropa, dalam hal ini Majelis Parlemen Eropa (PACE) dan Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE) mengkritik putusan di atas, dan menyatakan keputusan yang diambil YSK illegal.
Partai yang duduk di Parlemen terpecah 2 di antara yang memilih YA & TIDAK. Mereka yang memilih YA sudah pasti Partai-nya Erdogan – AKP. Selain itu MHP (Partai Pergerakan Nasionalis) secara menyatakan sebagai pendukung YA.
“Bahasa Turki untuk YA adalah EVET, sedangkan TIDAK adalah HAYIR.”
Partai yang memilih TIDAK adalah Partai Rakyat Republik (CHP) dan Partai Demokratik Rakyat (HDP), dan sebagian dari anggota di MHP yang tidak ‘manut’.
Massa Pendukung TIDAK pada Referendum Turki, April 2017 - Sumber : Getty Images |
Di dalam negeri, kampanye yang diadakan oleh partai untuk memilih TIDAK mengalami gangguan bahkan kekerasan. Misalnya saja beberapa mahasiswa melakukan kampanye memilih TIDAK di atas ferry di Istanbul. Mereka ditangkap pihak keamanan dengan tuduhan menghina Presiden. Penumpang ferry bekerja-sama berusaha menghentikan proses penahanan mahasiswa ini dan berhasil.
Contoh lain adalah anggota dewan bernama Sera Kadigil ditangkap atas tuduhan ‘penghinaan nilai-nilai religi dan penyebaran kebencian’, di saat beliau melakukan kampanye memilih TIDAK di sosial media. Beberapa saat kemudian ia dilepas. Banyak cerita hambatan dan gangguan bagi mereka yang berkampanye memlih TIDAK.
Sementara di luar negeri, negara seperti Jerman, Austria Denmark, Belanda dan Swiss, berusaha membatasi bahkan sebisa mungkin membatalkan kampanye YA di negara mereka.
Di saat proses Referendum dilaksanakan, Jerman berhasil menangkap beberapa pemilih yang diketahui memilih lebih dari sekali. Bahkan ada yang didapati mengantongi kertas suara bahkan sebelum proses pemilihan dimulai.
Masyarakat Eropa secara tegas menyatakan Referendum ini tidak memenuhi Standar Internasional.
Oh ya… Referendum dimenangkan oleh Pemerintah Erdogan dengan hasil 51,41% YA dan 48,59% memilih TIDAK. Hasil Referendum efektif berlaku di saat Pemilihan Presiden tahun 2019.
Peta Sebaran Pemilih YA & TIDAK pada Referendum Turki April 2017 - Sumber : Apco Worldwide |
Akhirnya lengkap sudah artikel super panjang terkait 10 Catatan Sejarah Pemerintahan Recep Tayyip Erdogan di Turki. Jika anda anggap bermanfaat, silakan share dan jangan lupa komen juga ya guys.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar