Jumat, 25 November 2011

Biografi Umar Wirahadikusumah


Umar Wirahadikusumah (lahir di Situraja, Sumedang, Jawa Barat, 10 Oktober 1924 – meninggal di Jakarta, 21 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah Wakil Presiden Republik Indonesia keempat, yakni pada masa bakti 1983—1988.

Masa awal

Sebagai anak dari ayah Raden Rangga Wirahadikusumah, Wedana Ciawi dan ibunya Raden Ratnaningrum, putri Patih Demang Kartamenda di Bandung, Umar lahir di keluarga terpandang dan mengenyam pendidikan kolonial Belanda. Ia belajar di Europesche School (ELS) dan tamat tahun 1942. Umar kemudian melanjutkan sekolahnya di MULO sambil ikut pendidikan Seinendojo di Tangerang selama 8 bulan. Setamat itu, ia meneruskan pendidikan militernya ke pendidikan PETA di Bogor selama 6 bulan.

Pada masa penjajahan Jepang, Umar ikut aktif dalam kelompok militer yang kemudian berubah menjadi PETA, dengan menjabat komandan peleton di Tasikmalaya selama setahun, kemudian dipindahkan ke Pangandaran. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Umar bergabung dengan TKR, cikal bakal TNI, dengan menjadi komandan di Cicalengka, pada tanggal 1 September 1945.

Karier militer

Kodam VI/Siliwangi

Seusai perang kemerdekaan, Umar meniti kariernya di TNI Angkatan Darat dan lama ditempatkan di Kodam VI/Siliwangi (sekarang menjadi Komando Daerah Militer III/Siliwangi). Pangkatnya terus naik seiring dengan perannya yang meningkat dalam penumpasan berbagai pemberontakan pada masa pemerintahan Orde Lama, antara lain Peristiwa Madiun pada tahun 1948 dan PRRI. Pada saat AH Nasution menjadi Panglima Kodam VI/Siliwangi, Umar sempat menjadi ajudannya.

Kodam V/Jaya

Pada tahun 1959, ia dipindahkan ke Kodam V/Jaya sebagai Komandan Komando Militer Kota Besar (Dan KMKB) Jakarta Raya, dan akhirnya menjabat Panglima Kodam V/Jaya pada tahun 1961.

Gerakan 30 September

Pada saat pecahnya Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965, sebagai Panglima Kodam V/Jaya, Umar bertanggung jawab terhadap keamanan di wilayah Jakarta. Ia melakukan patroli keamanan dan setelah mendapat laporan penculikan para jenderal dan melihat pasukan tak dikenal di depan Istana Merdeka, Umar melapor kepada Pangkostrad Mayor Jenderal Soeharto.

Umar mendukung keputusan Soeharto untuk mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat dan mendukung Soeharto dalam upayanya menumpas Gerakan 30 September. Siang hari, pada saat Presiden Soekarno memanggilnya ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Soeharto khawatir bahwa pemanggilan tersebut merupakan percobaan untuk membunuh Umar dan Soeharto melarang Umar untuk memenuhi panggilan tersebut.

Soeharto mulai mengendalikan situasi Jakarta, dan Umar berada dibelakangnya untuk mengkonsolidasi. Umar menetapkan jam malam antara jam 18.00 dan 06.00 dan mengontrol seluruh surat kabar di Jakarta.

Pada saat Gerakan 30 September mulai dinyatakan didalangi oleh PKI, Umar menyetujui pembentukan KAP-GESTAPU.

Orde Baru

Walapun ia bukan merupakan lingkaran dalam Soeharto, Umar mendapatkan kepercayaan penuh Soeharto atas dukungan dan jasanya dalam menumpas G30S. Seiring dengan melesatnya karier Soeharto, karier Umar pun melesat dengan cepat. Pada tahun 1965, Soeharto mengangkat Umar menjadi Panglima Kostrad, menggantikan dirinya. Pada tahun 1967, Umar diangkat menjadi Wakil Panglima Angkatan Darat, dan pada tahun 1969, ia menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Pada tahun 1973, ia meninggalkan militer aktif dan menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jabatan yang diembannya selama 10 tahun. Sebagai Ketua BPK, Umar bertanggung jawab untuk memastikan departemen-departemen dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya menggunakan uang negara dengan benar. Pada saat itulah Umar sebagai Ketua BPK menyatakan bahwa tidak ada satu departemen pun yang bebas dari korupsi.

Wakil Presiden

Pada tahun 1983, Umar dipilih MPR menjadi Wakil Presiden melalui Sidang Umum MPR 1983. Pemilihan ini tidak diduga banyak orang, mengingat figur Umar yang walaupun terkenal dengan integritas yang tinggi, masih belum dipersepsikan satu kelas dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Adam Malik.

Sebagai Wakil Presiden pada pemerintahan Soeharto, Umar merupakan salah satu dari sedikit orang yang benar-benar berjuang untuk memerangi korupsi. Seorang yang religius, Umar berharap agama dapat menjadi faktor bertobatnya koruptor. Umar juga terkenal dengan inspeksi mendadak ke kota-kota dan desa-desa di daerah, untuk memantau kebijakan pemerintah pada tingkat pelaksanaan dan efek-efeknya pada rakyat.

Masa jabatan Umar berakhir pada Maret 1988 dimana ia digantikan oleh Sudharmono. Banyak kalangan yang kecewa ia tidak menjabat Wakil Presiden untuk masa jabatan selanjutnya. Reputasi baiknya pada saat itu menggugah Sudharmono untuk benar-benar memastikan bahwa Umar tidak bersedia untuk menjabat Wakil Presiden, sebelum ia sendiri bersedia untuk menggantikan Umar.

Wafat

Umar Wirahadikusumah mengembuskan napas terakhir, sekitar pukul 07.53 WIB, Jumat 21 Maret 2003 di Rumah Sakit Pusat TNI-AD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, setelah sempat mendapat perawatan intensif selama dua pekan.

Umar dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat petang pukul 16.00, dengan upacara militer yang dipimpin mantan Wapres Jenderal (Purn) Try Sutrisno dan komandan upacara Kolonel Tisna Komara (Asisten Intelijen Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat/Kostrad).

Ia menderita penyakit jantung selama tiga belastahun dan telah menjalani operasi by pass jantung tahun 1989 di Herz Und Diabetes Zentrum di Badoeyhausen, Jerman. Setelah operasi jantung tersebut, kesehatan almarhum cukup baik, bahkan tetap bisa berolahraga golf. Namun sejak September 2002, jantung mantan Pangdam V Jakarta Raya (1960-1966) ini kembali mengalami gangguan dan harus menjalani perawatan lagi di Jerman.

Sepulang dari perawatan di Jerman, ia terus menjalani home care karena daya pompa jantungnya telah sangat melemah dan adanya bendungan pada paru sehingga mengakibatkan sesak napas. Sejak 5 Maret 2003, ia dirawat di paviliun Kartika RSPAD, sejak 8 Maret 2003, mendapat perawatan di ruang ICU, hingga akhirnya wafat.

Keluarga

Umar wafat pada usia 79 tahun dan meninggalkan seorang istri, Ny Karlinah Djaja Atmadja, yang dinikahinya 2 Februari 1957, dan dua orang anak, Rina Ariani dan Nila Shanti, serta enam orang cucu.

Penghargaan

Bintang Dharma,
Bintang Gerilya
Bintang Kartika Eka Paksi I-II-III
Bintang Jalasena Klas I-II
Bintang Bhayangkara I-II
Satyalancana Kesetiaan 24 (XXIV) tahun Perang Kemerdekaan I-II
Satyalancana G.O.M I-II-V
Sapta Marga
Satyalancana Wira Dharma
Satyalancana Penegak
Satyalancana Dwija Sistha
Das Gross Vergenst Kreus Jerman,
Legion of Merit - Amerika Serikat
Orde van Oranye Nassau - Nederland (Belanda)
Panglima Setia Mahkota - Malaysia
Bintang Keamanan no 1 - Korea Selatan

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Soepardjo Rustam



Soepardjo Rustam (lahir di Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah, 12 Agustus 1926 – meninggal 11 April 1993 pada umur 66 tahun) adalah Menteri Dalam Negeri Indonesia periode 1983-1988. Posisi lainnya yang pernah dijabat antara lain adalah Duta Besar RI untuk Malaysia (1972-1974) dan Gubernur Jawa Tengah (1974-1982).

Pendidikan

HIS
MULO
SMP, Purwokerto
Pendidikan Perwira Peta Sekolah Infantri, Fort Benning, Amerika Serikat
Kursus Atase Militer, Jakarta
Seskoad, Bandung

Karier

Daidancho Peta, Banyumas (1944-1945)
Ajudan Panglima Besar Jenderal Sudirman (1946-1950)
Sekretaris Atase Militer RI di Negeri Belanda (1952)
Perwira Staf MBAD (1953-1955)
Komandan Sekolah Infanteri, Curup, Sumatera Selatan (1956- 1957)
Perwira Staf MBAD (1958)
Atase Militer RI di Kuala Lumpur (1959-1962)
Deputi Asisten VI Menteri Panglima Angkatan Darat (1963-1966)
Direktur Urusan Asia & Pasifik Departemen Luar Negeri (1967)
Duta Besar RI di Yugoslavia (1971)
Duta Besar RI di Malaysia (1972)
Gubernur Jawa Tengah (1974-1982)
Menteri Dalam Negeri

Kegiatan Lain

Pembina Korpri Pusat
Pelindung PB Gabungan Bridge Seluruh Indonesia (Gabsi)
Dewan Penyantun PB PBSI

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Poniman


Jenderal (Purn.) Poniman (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 18 Juli 1926 – meninggal di Jakarta, 30 April 2010 pada umur 83 tahun) adalah Menteri Pertahanan Republik Indonesia dari 19 Maret 1983 - 21 Maret 1988. Ia menjalani pendidikannya di HIS, MULO, Kambu Kyoiku Tai, SSKAD V, Bandung (1956) dan Seskoad, Bandung (1964). Ia menikah dengan Ida Djubaedah dan dikaruniai empat orang anak. Ia memperoleh 17 penghargaan berupa bintang dan tanda jasa.

Karier

Karier Poniman dimulai dari bergabung dengan PETA (1944) dan secara kronologis selanjutnya menjabat sebagai:

Kasi Pendidikan Yon Divisi Siliwangi (1945),
Danki Divisi Siliwangi (1946),
Danyon TT III Siliwangi (1950),
Dansektor TT III Siliwangi (1954),
Kasrem TT III Siliwangi (1957),
Danrem Purwakarta TT III Siliwangi (1959),
Danrem Priateng Kodam VI Siliwangi,
Danrem Suryakencana Kodam VI Siliwangi (1962),
Kasdam III 17 Agustus (1964),
Pangdam III 17 Agustus (1966),
Pangdam XV Pattimura (1968),
Pangdam V Jaya (1970),
Pangkostrad (1973),
Pangkowilhan I (1974),
Deputi Kasad (1977-1980),
Kasad (1980-1983)
Menhankam (1983-1988).

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Harmoko


Harmoko (lahir di Desa Patihanrowo, Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, 7 Februari 1939; umur 72 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia pada masa Orde Baru, dan Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, dan kemudian menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto.

Riwayat Pekerjaan

Pada permulaan tahun 1960-an, setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, ia bekerja sebagai wartawan dan juga kartunis di Harian Merdeka dan Majalah Merdeka. Pada tahun 1964 ia bekerja juga sebagai wartawan di Harian Angkatan Bersenjata, dan kemudian Harian API pada 1965. Pada saat yang sama, ia menjabat pula sebagai pemimpin redaksi majalah berbahasa Jawa, Merdiko (1965). Pada tahun berikutnya (1966-1968), ia menjabat sebagai pemimpin dan penanggung jawab Harian Mimbar Kita. Pada tahun 1970, bersama beberapa temannya, ia menerbitkan harian Pos Kota.

Karier Politik

Sebagai menteri Penerangan, Harmoko mencetuskan gerakan Kelompencapir (Kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa) yang dimaksudkan sebagai alat untuk menyebarkan informasi dari pemerintah. Harmoko pun dinilai berhasil memengaruhi hasil pemilihan umum (Pemilu) melalui apa yang disebut sebagai "Safari Ramadhan". Sebagai Ketua Umum DPP Golkar, Harmoko dikenal pula sebagai pencetus istilah "Temu Kader". Terakhir, ia menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1993-1998 yang mengangkat Soeharto selaku presiden untuk masa jabatannya yang ke-6. Namun dua bulan kemudian Harmoko pula yang memintanya turun ketika gerakan rakyat dan mahasiswa yang menuntut reformasi tampaknya tidak lagi dapat dikendalikan.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Nugroho Notosusanto


Nugroho Notosusanto (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 15 Juli 1930 – meninggal di Jakarta, 3 Juni 1985 pada umur 54 tahun) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1985). Sebelumnya juga ia pernah menjadi Rektor Universitas Indonesia (1982-1983). Ia berkarier di bidang militer dan pendidikan. Selain itu ia juga terkenal sebagai sastrawan, yang oleh H.B. Yassin digolongkan pada Sastrawan Angkatan 66.

Masa kecil

Ayah Nogroho bernama R.P. Notosusanto yang mempunyai kedudukan terhormat, yaitu seorang ahli hukum Islam, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, dan seorang pendiri UGM. Kakak Nugroho pensiunan Patih Rembang dan kakak tertua ayah Nugroho adalah pensiunan Bupati Rembang. Pangkat patih, apalagi bupati sangat sulit dicapai rakyat pribumi pada waktu itu di daerah pesisiran Rembang. Nugroho adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Keluarga

Ketika Nugroho sedang giat-giatnya dalam gerakan mahasiswa, ia berkenalan dengan Irma Sawitri Ramelan (Lilik). Perkenalan itu kemudian diteruskan ke jenjang perkawinan pada tangal 12 Desember 1960, di Hotel Indonesia. Istri Nugroho adalah keponakan istri mantan Presiden RI Prof. Dr. B.J. Habibie. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai tiga orang anak, yang pertama bernama Indrya Smita sudah tamat FIS UI, yang kedua Inggita Sukma, dan yang ketiga Norottama.

Pendidikan

Pendidikan yang pernah diperoleh Nugroho adalah Europeese Lagere School (ELS) tamat 1944, kemudian menyelesaikan SMP di Pati Tahun 1951 tamat SMA di Yogyakarta. Setamat SMA ia masuk Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah, Universitas Indonesia, dan tamat tahun 1960. Tahun 1962 ia memperdalam pengetahuan di bidang Sejarah dan Filsafat di University of London. Ketika tamat SMA, sebagai seorang prajurit muda ia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu meneruskan karier militer dengan mengikuti pendidikan perwira ataukah menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh karier akademis. Ayahnya dengan tekun dan sabar mengamati jejaknya. Ternyata, setelah 28 tahun, keinginan ayahnya terkabul meskipun sang ayah tidak sempat menyaksikan putranya dikukuhkan sebagai guru besar FSUI karena ayahnya telah wafat pada tanggal 30 April 1979. Dengan usaha yang sebaik-baiknya, amanat ayahnya kini telah diwujudkan meskipun kecenderungan pada karier militernya tidak pula tersisih. Pada tahun 1977 ia memperoleh gelar doktor dalam ilmu sastra bidang sejarah dengan tesis "The Peta Army During the Japanese Occupation in Indonesia", yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tentara Peta pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia. diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 1979. Nugroho mendapat pendidikan di kota-kota besar seperti Malang, Jakarta, dan Yogyakarta.

Pengalaman kemiliteran

Pengalaman Nugroho Notosusanto di bidang kemiliteran, pernah menjadi angota Tentara Pelajar (TP) Brigade 17 dan TKR Yogyakarta. Sejak Nugroho menjadi anggota redaksi harian Kami, ia semakin menjauh dari dunia sastra, akhirnya ia tinggalkan sama sekali. Ia kemudian beralih ke dunia sejarah dan tulisannya mengenai sejarah semakin banyak. Pada tahun 1967, Nugroho mendapatkan pangkat tituler berdasarkan SK Panglima AD No. Kep. 1994/12/67 berhubungan dengan tugas dan jabatannya pada AD. Pangkat terakhirnya adalah Brigadir Jenderal, pangkat tertinggi yang mungkin diraih dalam karier sipil di kemiliteran saat itu. Sejak tahun 1964, ia menjabat Kepala Pusat Sejarah ABRI. Ia juga menjadi anggota Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan serta aktif dalam herbagai pertemuan ilmiah di dalam dan di luar negeri. Pada tahun 1981 namanya kembali disebut-sebut berkenaan dengan bukunya Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara. Buku ini menimbulkan polemik di berbagai media massa. Bahkan banyak pula yang mengecam buku itu sebagai pamflet politik.

Karier menulis

Nugroho dikenal sebagai penulis produktif. Di samping sebagai sastrawan dan pengarang, ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah dan makalah dalam berbagai bidang ilmu, dan terjemahannya yang diterbitkan berjumlah dua puluh satu judul. Buku-buku itu sebagian besar merupakan lintasan sejarah dan kisah perjuangan militer. Wawasan yang mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI menyebabkan ia mampu mengedit film yang berjudul Pengkhianatan G 30 S/PKI.

Di bidang keredaksian dapat dicatat sejumlah pengalamannya, yaitu memimpin majalah Gelora, menjadi pemimpin redaksi Kompas, anggota dewan redaksi Mahasiswa bersama Emil Salim Tahun 1955-1958, menjadi ketua juri hadiah sastra, dan menjadi pengurus BMKN. Sewaktu di perguruan tinggi ia menjadi koresponden majalah Forum, dan menjadi redaksi majalah Pelajar.

Nugroho juga aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam tahun 1959-1976 tercatat empat kali pertemuan ilmiah internasional yang dihadirinya.

Karier di bidang pendidikan

Di bidang pendidikan, Nugroho banyak memegang peranan penting. Ia pernah menjadi Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FSUI, menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, UI. Tahun 1971-1985 Nugroho menjadi wakil Ketua Harian Badan Pembina Pahiawan Pusat. Ketika Nugroho dilantik menjadi Rektor UI, ia disambut dengan kecemasan dan caci maki para mahasiswa UI. Mahasiswa menganggap Nugroho adalah seorang militer dan merupakan orang pemerintah yang disusupkan ke dalam kampus untuk mematikan kebebasan kehidupan mahasiswa.

Pada tanggal 19 Maret 1983, Nugroho dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam Kabinet Pembangunan IV. Ia dikenal sebagai orang yang kaya ide, karena semasa menjadi menteri, ia mencetuskan banyak gagasan, seperti konsep wawasan almamater, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Pendidikan Humaniora. Di samping itu, banyak jasa-jasanya dalam dunia pendidikan karena ia yang mengubah kurikulum menghapus jurusan di SMA, sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru (Sipenmaru). Walaupun Nugroho hanya dua tahun menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, banyak hal yang telah digarapnya, yaitu Universitas Terbuka (UT) sebagai perguruan tinggi negeri yang paling bungsu di Indonesia. Program Wajib Belajar, Orang Tua Asuh, dan pendidikan kejuruan di sekolah menengah. Nugroho adalah satu-satunya menteri yang mengeluarkan Surat Keputusan mengenai tata laksana upacara resmi dan tata busana perguruan tinggi. Akan tetapi, sebelum SK ini terlaksana Nugroho telah dipanggil Tuhan Yang Maha Esa.

Penghargaan

Puncak pengakuan atas sumbangan Nugroho terhadap bangsa Indonesia adalah diberikannya Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Yudha Dharma Nararya, Satyalancana Penegak.

Karier sebagai sastrawan

Pengarang yang dimasukkan H.B. Jassin ke dalam golongan sastrawan Angkatan 66 termasuk juga sastrawan angkatan baru (periode 1950-an) menurut versi Ajip Rosidi di antaranya adalah Nugroho Notosusanto.

Di antara pengarang semasanya, Nugroho dikenal sebagai penulis esai. Sebagian besar pengarang waktu itu hanya menulis cerpen dan sajak, tetapi Nugroho banyak menulis esai. Nugroho menyelami zamannya, terutama tentang sastra dan kebudayaan. Tulisan-tulisan yang berisi pembelaan para sastrawan muda, yaitu ketika terdengar suara-suara tentang krisis kesusastraan, menyebabkan Nugroho Notosusanto tertarik dalam dunia sastra Indonesia. Nugroholah yang memprakarsai simposium sastra FSUI pada tahun 1953; yang kemudian dijadikan tradisi tahunan sampai tahun 1958.

Bakat Nugroho dalam mengarang sudah terlihat ketika masih kecil. Ia mempunyai kesenangan mengarang cerita bersama Budi Darma. Cerita Nugroho selalu bernapas perjuangan. Pada waktu itu Republik Indonesia memang sedang diduduki oleh Belanda. Dari cerita-cerita yang dihasilkan Nugroho waktu itu, tampak benar semangat nasionalismenya. Menurut ayahnya, Nugroho mempunyai jiwa nasionalisme yang besar.

Sebagai sastrawan, pada mulanya Nugroho menghasilkan sajak dan sebagian besar pernah dimuat di harian Kompas. Oleh karena tidak pernah mendapat kepuasan dalam menulis sajak, Nugroho kemudian mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen dan esai. Karyanya pernah dimuat di berbagai majalah dan surat kabar seperti Gelora, Kompas, Mahasiwa, Indonesia, Cerita, Siasat, Nasional, Budaya, dan Kisah. Di samping itu, Nugroho juga menghasilkan karya terjemahan. Hasil terjemahan Nugroho, yaitu Kisah Perang Salib di Eropa (1968) dari Dwight D. Eisenhower, Crusade in Europe, Understanding Histotry: A Primer of Historical Method. Terjemahan tentang bahasa dan sejarah, yaitu Kisah daripada Bahasa, 1971 (Mario Pei, The Story of Language), dan Mengerti Sejarah. Karena Nugroho cukup lama dalam kemiliteran, ia dapat membeberkan peristiwa-peristiwa militer, perang serta suka-dukanya hidup, seperti dalam cerpennya yang berjudul Jembatan, Piyama, Doa Selamat Tinggal, Latah, dan Karanggeneng. Dalam cerpen ini bahasa yang digunakan padat dan sering ada kata-kata kasar. Nugroho juga dapat bercerita dengan bahasa yang halus, seperti yang terdapat pada cerpen yang berjudul Nini. Cerpen yang berjudul Nini ini bertema seorang anak yang cacat dan ditinggal meninggal oleh ibunya, tetapi masih mengingat-ingat kebaikan ibunya. Cerpen ini bahasanya sederhana dan isinya mudah dimengerti pembaca. Isi cerpen ini tentang seorang ayah mencintai anaknya yang cacat dan yang mirip dengan almarhumah istrinya.

Lingkungan pendidikan kata-kata kasar agaknya memberi pengaruh pada sikap dan pandangan hidupnya, seperti sikap terhadap dunia nenek moyang yang magis religius, seperti kita lihat dalam cerpennya yang berjudul Mbah Danu, yaitu mengisahkan dukun “Mbah Danu” yang terjadi di kota kelahiran pengarang. Dukun besar yang diakui keampuhannya di seluruh daerah dalam menyembuhkan orang sakit dengan mengusir roh-roh, setan-setan, dan jin-jin yang biasanya menghuni orang yang sedang sakit. Adanya kepercayaan mistik ini kemudian menimbulkan pertentangan di kalangan ilmuwan yang berpendidikan modern yang tak mau tahu tentang ilmu gaib. Begitu juga seorang dokter yang melakukan tugasnya dengan perhitungan ilmiah.

Sebagai pengarang dan sebagai tentara Nugroho dapat bercerita tentang suasana pertempuran, baik tentang tempat, maupun peralatan peperangan. Pengarang mau berkata sejujurnya bahwa manusia itu tidak bebas dari kesalahan, baik dia tentara, pelajar, maupun pemimpin, seperti yang dilukiskannya dalam cerpen Pembalasan Dendam.

Kumpulan cerpen Hujan Kepagian berisi enam cerita pendek yang semuanya menceritakan masa perjuangan menghadapi agresi Belanda. Buku ini cukup memberi gambaran tentang berbagai segi pengalainan manusia yang mengandung ketegangan, penderitaan, pendambaan, dan sesalan yang sering terjadi dalam peperangan. Dari sini tampak bahwa Nugroho mempunyai bakat observasi yang tajam.

Bukunya yang berjudul Tiga Kota berisi sembilan cerita pendek yang ditulis antara tahun 1953-1954, judul Tiga Kota diambil karena latar cerita terjadi di tiga kota, yaitu Rembang, Yogyakarta, dan Jakarta, kota yang paling banyak memberinya inspirasi untuk lahirnya cerita. Rembang melatari cerita kenangan Mbah Danu, Penganten, dan Tayuban. Yogyakarta dan Jakarta melatari cerita Jeep 04-1001 Hilang dan Vickers Jepang. Oleh karena itu, kumpulan cerpen tersebut diberi judul Tiga Kota. Cerpen-cerpen yang terkandung dalam Tiga Kota ini pada umumnya sangat menarik, tidak hanya karena penuturan cerita yang lancar dan dipaparkan dengan gaya akuan, tetapi juga karena penulis sendiri mengalami peristiwa yang dituturkannya. Dengan demikian, cerpen-cerpen itu kelihatan hidup. Kumpulan cerpen Tiga Kota, ini sedikitnya merekam kehidupan pribadi penulis.

Dalam seminar kesusastraan yang diselenggarakan oleh FSUI tahun 1963, Nugroho membawakan makalahnya yang berjudul Soal Periodesasi dalam Sastra Indonesia. Ia mengemukakan bahwa sesudah tahun 1950 ada periode kesusastraan baru yang tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam periodisasi sebelumnya. Menurut Nugroho, pengarang yang aktif mulai menulis pada periode 1950-an adalah mereka yang mempunyai tradisi Indonesia sebagai titik tolaknya, dan juga mempunyai pandangan yang luas ke seluruh dunia.

Karier sebagai sejarahwan dan kontroversinya

Sebagai seorang sejarahwan, Nugroho dimanfaatkan oleh ABRI maupun Orde Baru untuk menulis sejarah menurut versi pihak-pihak tersebut. Pada 1964 ABRI menggunakan Nugroho untuk menyusun sejarah militer menurut versi militer karena khawatir bahwa sejarah yang akan disusun oleh pihak Front Nasional yang dikenal sebagai kelompok kiri pada masa itu akan menulis Peristiwa Madiun secara berbeda, sementara militer lebih suka melukiskannya sebagai suatu pemberontakan pihak komunis melawan pemerintah.

Ketika diangkat sebagai menteri pendidikan pada 1984, Nugroho menggunakan kesempatan itu untuk menulis ulang kurikulum sejarah untuk lebih menekankan peranan historis militer. Pada tahun ini pula Nugroho ikut menulis skenario untuk film Pengkhianatan G 30 S/PKI yang memuat versi resmi Orde Baru tentang tragedi tersebut. Film ini kemudian dijadikan tontonan wajib untuk murid-murid sekolah di seluruh Indonesia, dan belakangan diputar sebagai acara rutin setiap tahun di TVRI pada malam tanggal 30 September hingga tahun 1997.

Peranan Nugroho dalam penulisan sejarah versi Orde Baru paling menonjol ketika ia mengajukan versinya sendiri mengenai pencetus Pancasila. Menurut Nugroho, Pancasila dicetuskan oleh Mr. Muhammad Yamin, bukan oleh Soekarno. Soekarno hanyalah penerus. Akibatnya, tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai hari lahir Pancasila oleh pemerintah Orde Baru.

Kematian

Nugroho meninggal dunia hari Senin, 3 Juni 1985 pukul 12.30, di rumah kediamannya karena serangan pendarahan otak akibat tekanan darah tinggi. Ia adalah menteri keempat di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada masa Orde Baru yang meninggal dunia dalam masa tugasnya. Ia meninggal dunia tepat pada bulan yang mulia bagi umat Islam, yaitu pada bulan Ramadan dan di kebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Bibliografi

Cerpen yang dibukukan

Hidjau Tanahku, Hidjau Badjuku. 1963. Jakarta: Balai Pustaka
Hudjan Kepagian. 1958. Jakarta: Balai Pustaka
Rasa Sayange. 1961. Jakarta: Pembangunan
Tiga Kota. 1959. Jakarta: Balai Pustaka

Cerpen dalam majalah

Prosa

Pondok di Atas Bukit. Kompas untuk generasi baru, 11.1, (51), 15—17.
Teratak. Kompas untuk generasi baru, 13.1, (51), 33-34. (Nugroho NS)
Sebuah Pertemuan. Kompas untuk generasi baru, 2.2, (52), 33-35.
Eksekusi. Madjalah Nasional, 44.4, (53), 20-21.
Gunung Kidul. Madjalah Nasional, 30.4, (53), 20-2 1.
Jeep 04-1001 Hilang. Kisah, 1.1, (53), 7, 9-10.
Konyol. Madjalah Nasional, 33.4, (53), 20-22.
Pembalasan Dendam. Madjalah Nasional, 37.4, (53), 20-22.
Ideal Type. Kisah, 1.2, (54), 19-22
Mbah Danu. Kisah, 9.2, (54), 271-172.
Nokturne. Kisah, 12.2, (54), .365-368.
Piyama. Kisah, 6.2, (54), 177-178.
Puisi. Kisah, 7.2, (54), 210-211.
Raden Satiman. Kisah, 3.2, (54), 79-81.
Vickers Jepang. Kisah, 5.2, (54), 129-131.
Jembatan. Kisah, 8.3, (55), 16-22.
Partus. Mimbar Indonesia, 25.9, (55), 20-2 1, 24-25.
Senyum. Madjalah Nasional, 6,7.6, (55), 25-26,22-23,26.
Setan Lewat. Mimbar Indonesia, 6.9, (55), 20-21.
Panser. Siasat, 524.11, (57), 29-31, 34.
Tangga Kapal. Forum, 4-5.4 (57), 24,32.
Kepindahan. Siasat, 598.12, (58), 31-32.
Piano. Siasat, 574.12, (58), 24-27.
Ular. Siasat, 595.12, (58), 26-29.
Karanggenang. Siasat, 619.13, (59), 28-30.
Latah. Siasat, 626.13, (59), 23-24.
Sungai. Budaya, 8.8, (59), 276-279,
Bayi. Femina, 16, (73), 42-44.
Alun. Kompas untuk generasi baru, 1.2, (52), 67.
Jerit di Malam Kelam. Madjalah Nasional, 18.3, (52), 17.
Pesan di Malam yang Penub Bintang. Madjalah Nasional, 17.3, (52), 19.
Rancangan Requiem. Kompas untuk generasi baru, 1.2, (52), 67.
Sebuah Pagi. Madjalah Nasional, 49.3, (52), 21.
Sepotong Kenangan. Madjalah Nasional, 46.3, (52), 19.
Sesal. Kompas untuk generasi baru, 2.2, (52), 36.
Tiwikraina. Madjalah Nasional, 47.3, (52), 19.
Adios Yogya. Madjalah Nasional. 10.4, (53), 19.
Amerta. Madjalah Nasional, 16.4. (53), 19.
Bali. Budaya, 9, (53), 39.
Longka Pura. Madjalah Nasional, 16.4, (53), 19.
Sebuah Malam Minggu. Madjalah Nasional, 14.4, (53), 19.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Martono

Martono (lahir di Karanganyar, Kebumen, Jawa Tengah, 17 Mei 1925; umur 86 tahun) adalah Menteri Transmigrasi pada Kabinet Pembangunan IV pada pemerintahan Presiden Soeharto. Ia pernah menjabat sebagai anggota DPR pada tahun 1968 hingga tahun 1978.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Munawir Sjadzali


Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali (lahir di Klaten, Jawa Tengah, 7 November 1925 – meninggal di Jakarta, 23 Juli 2004 pada umur 78 tahun) adalah Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan. Dia juga merupakan Ketua Komisi HAM pertama di Indonesia.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Lasiyah Soetanto

Lasiyah Soetanto (lahir di Bantul, Yogyakarta, 13 Agustus 1924 - Oktober 1987) adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada tahun 1983 hingga tahun 1987 dalam Kabinet Pembangunan IV.

Karier

Pada awal kariernya ia aktif bekerja sebagai guru Christelijke Schakelschool di Wonogiri, 1941. Kemudian menjadi guru Neutraal School, SMP Puro Pakualaman, SGA Stella Duce, dan SMA Bopkri di kota yang sama Yogyakarta.

Selain itu lulusan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini sebelum menjabat menteri sempat duduk sebagai anggota MPR/DPR-RI, dari unsur Golkar. Kala itu, Lasiyah menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Kongres Wanita Indonesia (DPP Kowani).

Ia meninggal ketika masih menjabat sebagai Menteri Negara Peranan Wanita dan digantikan Sulasikin Murpratomo.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Moerdiono


Moerdiono (lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 19 Agustus 1934 – meninggal di Singapura, 7 Oktober 2011 pada umur 77 tahun) adalah mantan Menteri Sekretaris Negara Indonesia, menjabat selama dua periode: Kabinet Pembangunan V (21 Maret 1988-17 Maret 1993) dan Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993-16 Maret 1998). Sejak awal ia meniti kariernya di sekretaris negara. Ia dikenal dekat dengan Soedharmono. Ia meninggal di RS Gleneagles, Singapura pada 7 Oktober 2011.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Achmad Tahir


Letjend (Purn) TNI Achmad Tahir (lahir di Kisaran, Sumatera Utara, 27 Juni 1924 – meninggal di Jakarta, 17 Agustus 2002 pada umur 78 tahun) adalah mantan Panglima Divisi IV/TKR dan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi dalam Kabinet Pembangunan IV. Menikah dengan Rooslila, dikaruniai 6 anak; Gelora Surya Dharma, Hari Indra Utama, Yulia Saprita, Linda Agum Gumelar, Adi Putra Darmawan Tahir, dan Chaerul Permata Cita. Ia adalah Sesepuh Puak Melayu Sumatera Utara, yang telah diberi gelar Tengku Pangeran oleh Majelis Adat Budaya Melayu (MABMI) di Kesultanan Deli.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Hartarto Sastrosoenarto


Ir. Hartarto Sastrosoenarto (lahir di Solo, Jawa Tengah, 30 Mei 1932; umur 79 tahun) adalah Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) dan Kabinet Pembangunan V (1988-1993) dan Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi (Menko Prodis) pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) dan Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara (Menko Wasbangpan) pada Kabinet Pembangunan VII (1998-1999).

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Fuad Hassan


Prof. Dr. Fuad Hassan (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 26 Juni 1929 – meninggal di Jakarta, 7 Desember 2007 pada umur 78 tahun) adalah tokoh pendidikan Indonesia. Jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pernah dipegangnya pada masa pemerintahan Presiden Soeharto (1985 - 1993). Setelah berhenti sebagai Mendikbud, beliau diangkat menjadi anggota DPA. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai duta besar RI untuk Mesir dan anggota MPR.

Fuad Hassan adalah guru besar di bidang psikologi (psikologi pendidikan) pada Universitas Indonesia. Selain sebagai guru besar di bidang psikologi, Fuad Hasan pernah menjadi dekan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pada masa mudanya ia aktif dalam kegiatan kepanduan. Bidang seni juga ditekuninya. Ia dikenal mampu bermain biola dan berkuda dengan baik dan juga terampil melukis.

Orang mengenalnya sebagai seorang perokok berat. Walaupun berhenti merokok pada tahun 2002, Fuad Hassan wafat pada usia 78 tahun akibat menderita komplikasi penyakit gula, jantung dan paru-paru yang diderita sejak Oktober 2006.

Salah satu karya tulisnya yang menarik adalah buku berjudul "Berkenalan Dengan Eksistensialisme" , diterbitkan oleh PT. Dunia Pustaka Jaya, yang istimewa adalah bahwa sampai tahun 2005 buku ini telah menunjukkan cetakan ke-9. Cetakan ke -1 tahun 1973, ke-2 tahun 1976, ke-3 tahun 1985, ke-4 tahun 1989, ke-5 tahun 1992, ke-6 tahun 1994, ke-7 tahun 1997, ke-8 tahun 2000, dan ke-9 tahun 2005. Buku setebal 144 halaman ini merangkum dan menjelaskan buah pikir para filsuf dunia termasuk : Kierkegaard, Nietzsche, Berdyaev, Jaspers, dan Satre.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Suwardjono Surjaningrat


Suwardjono Surjaningrat (lahir di Purwodadi, Jawa Tengah, 3 Mei 1923; umur 88 tahun) adalah Menteri Kesehatan Indonesia pada tahun 1978 hingga tahun 1988 pada Kabinet Pembangunan III dan Kabinet Pembangunan IV.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Nani Soedarsono


Nani Soedarsono (lahir di Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, 28 Maret 1928; umur 83 tahun) adalah Menteri Sosial pada Kabinet Pembangunan IV pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Selain itu, alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini juga aktif di organisasi sosial dan politik.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Sulasikin Murpratomo


Anindyati Sulasikin Murpratomo (lahir di Jakarta, 18 April 1927; umur 84 tahun) adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada tahun 1987 hingga tahun 1988 menggantikan Lasiyah Soetanto pada Kabinet Pembangunan IV dan tahun 1988 hingga tahun 1993 dalam Kabinet Pembangunan V.

Karier

Lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini sempat menjadi guru TK dan SD, setelah lulus dari Sekolah Guru Frobel Kweekschool di Jakarta, 1944, ia terakhir, 1956, guru SMA di Jakarta. Pada 1999, DPA memilih Sulasikin Murpratomo sebagai Wakil Ketua DPA/Ketua Komisi Politik masa bakti 1999-2003.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Ginandjar Kartasasmita


Marsekal Madya TNI (Purn.). Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita (lahir di Bandung, Jawa Barat, 9 April 1941; umur 70 tahun) adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010. Sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah periode 2004—2009.

Keluarga

Ginandjar memiliki ayah bernama Husen Kartasasmita dan ibu bernama Ratjih Natawidjaja. Ia menikah dengan Yultin Harlotina, dan memperoleh empat orang anak, yaitu: Gita, Gumiwang, Galih, dan Gaya.

Pendidikan

SD, Jakarta
SMP Kolese Kanisius, Jakarta (1953—1956)
SMA Kolese Kanisius, Jakarta (1956—1959)
ITB, Bandung (1959-1960)
Tokyo University of Agriculture and Technology (Chemical Engineering), Tokyo, Jepang (1960—1965)
STIA-LAN, Jakarta (1970—1980)
Sekolah Dasar Perwira (1966—1967)
Sekolah Ilmu Siasat (1968)
Sekolah staf komando Angkatan Udara (1974)

Doktor HC dalam bidang ekonomi dari Takushoku University, Tokyo. Orasi "Indonesia Menyongsong Abad Ke-21" (10 Mei (1994) Doktor HC dalam bidang jasa publik dari Northeastern University, Boston (18 Juni 1994) Doktor HC dalam bidang ilmu administrasi pembangunan dari Universitas Gadjah Mada dengan orasi "Pembangunan Menuju Bangsa yang Maju dan Mandiri" (15 April 1995) Universitas Brawijaya (Profesor) (1995)

Karier

G-5 Koti (1965-1966)
Staf Direktorat Jenderal Penelitian dan Pengembangan Angkatan Udara TNI AU (1967)
Kepala Bagian Penelitian Biro Analisa dan Perundang-undangan Sekretariat Kabinet (1968-1971)
Kepala Bagian Evaluasi Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri Sekretariat Kabinet (1971-1972)
Kepala bagian Antarnegara Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri Sekretariat Kabinet (1972-1976)
Anggota Dewan Komisaris PT Nurtanio (sekarang IPTN) (1976-)
Asisten Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan (1976-1978)
Asisten Menteri/Sekretaris Negara Urusan Administrasi Pemerintahan dan Administrasi Lembaga Pemerintahan Non-departemen (1978-1983)
Manggala GBHN (1978 -)
Sekretaris Sub Team GBHN, Team Pembina Penatar dan Bahan Penataran Pegawai RI (1978-)
Sekretaris Tim GBHN, Manggala GBHN
Anggota Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah
Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (1983-1988)
Ketua BKPM (1985-1988)
Ketua Umum Persatuan Renang Seluruh Indonesia (1987-1991)
Menteri Pertambangan dan Energi (1988-1993)
Anggota MPR/Badan Pekerja MPR (1982-1987, 1987-1992, 1993-1988) dengan catatan :
Ketua Panitia Ad Hoc I GBHN, BP MPR Tahun 1987/1988, 1992/1993
Ketua Komisi A, GBHN, Sidang Umum MPR Tahun 1988, 1993/Badan Pekerja MPR/RI (1982)
Guru Besar Ilmu administrasi Universitas Brawijaya
Anggota Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (1993-)
Penasihat Pimpinan Paripurna Dewan Koperasi Indonesia 1993-1998
Marsekal Madya TNI-AU (Purn.) (26 Januari 1994)
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS (1993-1998)
Wakil Ketua Dewan Pembina Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
Ketua Kehormatan Dewan Pengurus Yayasan Angkatan Udara (YASAU)
Ketua Dewan Pembina Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia (PERKEMI)
Ketua Kehormatan Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI)
Anggota Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka
Anggota dan Pj. Ketua Dewan Penyantun Universitas Pancasia
Anggota Dewan Kurator Sekolah Tinggi Teknologi Dirgantara (STTD)
Ketua Dewan Penyantun Universitas Pajajaran
Anggota Dewan Penyantun Universitas Dharma Persada
Anggota Dewan Penyantun Universitas Siliwangi
Sekretaris Yayasan Amalbakti Muslim Pancasila
Ketua Fraksi ABRI di MPR (1997-2002)
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Kabinet Pembangunan VII, merangkap Kepala Bappenas (16 Maret 1998-21 Mei 1998)
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Kabinet Reformasi Pembangunan (22 Mei 1998-)
Wakil Ketua MPR RI
Ketua DPD

Penghargaan

Satya Lancana Wirakarya (1973)
Satya Lancana Kesetiaan 8 Tahun (1978)
Order of Kuwait Fourth Class, Kuwait (1978)
Third Class of the Order of the Republic, Mesir (1978)
Bintang Jasa Pratama (1982)
Satya Lancana Kesetiaan 16 Tahun (1983)
Grosse Goldene Ehrenzeinchen (Comander's Cross), Australia (1986)
Bintang Maha Putra Adipradana (1987)
Ordre National du Merite, France (1987)
Order of Diplomatic Service Merit Gwang Hwa Medal, Korea Selatan (1988)
Orden del Libertador Gran Cordon, Republik Venezuela (1988)
Satya Lancana Kesetiaan 24 Tahun (1990)
Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya (1992)
Bintang Legiun Veteran RI (1993)
Bintang Dharma Yudha Pratama (1995)
Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama (1996)
Bintang RI Indonesia Utama (14 Agustus 1998)
Grand Cordon of The Order of The Rising Sun, Jepang(2008)

Buku

Pembangunan untuk Rakyat (1996)
Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia (1997)


Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Leonardus Benyamin Moerdani


Leonardus Benyamin Moerdani, atau L.B. Moerdani, atau kerap disebut Benny Moerdani (lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah, 2 Oktober 1932 – meninggal 29 Agustus 2004 pada umur 71 tahun) adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang terkenal pada masanya. Benny Moerdani dikenal sebagai perwira TNI yang banyak berkecimpung didunia intelijen, sehingga sosoknya banyak dianggap misterius.

L.B. Moerdani merupakan satu-satunya perwira penyandang pangkat bintang yang ikut terjun langsung di operasi militer yaitu penanganan pembajakan pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206 di Bandara Don Mueang, Bangkok, Kerajaan Thai pada tanggal 28 Maret 1981, peristiwa yang kemudian dicatat sebagai peristiwa pembajakan pesawat pertama dalam sejarah maskapai penerbangan Republik Indonesia dan terorisme bermotif jihad pertama di Indonesia.

Dalam posisi pemerintahan, selain sebagai Panglima ABRI, beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dan juga Pangkopkamtib.

Karier militer

Moerdani mulai mengangkat senjata sebagai Tentara Pelajar saat masih 14 tahun. Sebagai anak muda yang belum berpengalaman, beliau nyaris tewas dua kali saat pletonnya diserang dari sisi dan saat melarikan diri di Sekarpace. Dua kakaknya juga turut berjuang, salah satunya menjadi pasukan pengawal Slamet Rijadi.

Setelah penyerahan kedaulatan, Moerdani melanjutkan sekolah dan masuk sekolah kader infanteri TNI-AD. Dia direkrut dalam kompi Kesatuan Komando Angkatan Darat. Satu-satunya kompi komando tersebut memerangi DI/TII, terjun di PekanBaru dan Padang memerangi PRRI, dan melakukan operasi amfibi di Menado memerangi Permesta. Moerdani kembali nyaris gugur saat jeepnya ditembak bazooka. Setelah mengikuti sekolah lanjutan di Amerika, Mayor Moerdani memimpin pasukan gabungan RPKAD dan Kostrad terjun dalam Operasi Naga di Irian Jaya, dalam operasi ini beliau nyaris gugur lagi saat pasukannya disergap marinir Belanda dan Moerdani diincar penembak runduk (sniper). Moerdani juga memerangi pasukan Inggris di konfrontasi Malaysia. Kelak setelah menjadi Panglima TNI, Moerdani mengunjungi markas SAS di Inggris dan baru diberitahu beliau juga pernah dibidik sniper SAS saat menyusuri sungai dengan sampan.

Kariernya di RPKAD terhenti karena perselisihan dengan Jenderal Ahmad Yani mengenai kelanjutan karier anak buah Moerdani yang terluka. Moerdani masuk Kostrad dan oleh Letkol Ali Moertopo ditugaskan sebagai perwira inteljen di Bangkok. Moerdani menjalin kontak dengan Malaysia untuk menjembatani perdamaian. Karier inteljen dilanjutkan menjadi atase di Korea. Setelah kejadian Malari, Moerdani dipanggil Soeharto kembali ke Jakarta menjadi Brigjen untuk memegang komando inteljen. Penugasan kontroversial adalah operasi terselubung menjelang Operasi Seroja. Nama Moerdani terkenal saat berhasil membujuk pemerintah Kerajaan Thai (yang beliau kenal saat menjadi perwira inteljen di Bangkok) untuk mengizinkan operasi militer Den81 menyerang pesawat Woyla.

Peristiwa Tanjung Priok

Kontroversi Moerdani dalam keterlibatannya dalam Peristiwa Tanjung Priok pernah membuat Moerdani diadili di mahkamah militer dalam skandal militer Indonesia di kala rezim Orde Baru.

Perselisihan dengan Soeharto

Dalam buku 'Tragedi Seorang Loyalis', saat menjabat Panglima ABRI Moerdani memberi komentar mengenai bisnis anak-anak Soeharto. Soeharto marah dan mecopot jabatan Moerdani. Dalam buku Sintong Panjaitan (komandan Den81 yang menyerbu Woyla), disebutkan Kapten Prabowo Subianto (menantu Soeharto) pernah merencanakan menculik Moerdani karena tuduhan makar. Prabowo Subianto tidak memberi komentar mengenai peristiwa ini dalam bukunya.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Arifin Siregar


Arifin Siregar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 11 Februari 1934; umur 77 tahun) adalah salah satu tokoh politik Indonesia, mantan menteri, dan juga Gubernur Bank Indonesia.

Pendidikan

Nederlandsche Economische Hogeschool, Rotterdam, Belanda (1953-1956)
Universitas Munster, Jerman Barat (1958)
Universitas Munster, Jerman Barat (doktor, 1960)

Karier

Peneliti di Institut fur Industriewirtschaftliche Forschung, Universitas Munster, Jerman Barat (1960-1961)
Ekonom di United Nations Bureau of General Economic Research and Policies di New York, Amerika Serikat (1961)
Pendiri Bagian Ekonomi United Nations Economic and Social Office, Beirut, Lebanon (1963)
Ekonom Departemen Asia IMF, Washington DC (1965)
Wakil IMF di Laos sebagai Penasihat Keuangan/Moneter Pemerintah Laos (1969-1971)
Direktur Bank Indonesia (1971)
Gubernur IMF untuk Indonesia (1973-1983)
Gubernur Bank Indonesia
Gubernur IDB untuk Indonesia (1983)

Kegiatan Lain

Penasihat dan Anggota Delegasi Indonesia pada sidang IGGI
Penasihat dan Anggota Delegasi Indonesia pada sidang Asian Development Bank
Penasihat dan Anggota Delegasi Indonesia pada sidang Islamic Development Bank

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Hasjrul Harahap


Hasjrul Harahap (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 18 November 1931; umur 80 tahun) adalah Menteri Kehutanan Indonesia pada periode 1988 hingga 1993 pada Kabinet Pembangunan V di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.

Pendidikan :

- SD Negeri (1945)
- SMP Negeri (1948)
- SMA Negeri (1952)
- Fakultas Pertanian UI, Bogor (1961)
- Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (belum selesai 1965)
- Kursus Asisten Tanaman, Sumatera Utara IV (1961)
- Kursus Top Management, Jakarta (1971)
- Kursus Indonesian Senior Executives Program, Prancis (1980)

Karir :

- Guru SMP Taman Putra, Bogor (1956-1957)
- Guru SMA HMI, Bogor (1957-1958)
- Guru SMA Taman Madya dan Regina Pacis, Bogor (1958-1961)
- Asisten Tanaman PPN Sumut IV Sei Mangke/Badan Pertimbangan Pertanian Sum-Ut (1961-1962)
- Staf Ahli/Interne Controle (1963)
- Kepala Bagian Ekonomi PPN Karet V/Dosen KPP Morawa/Anggota Dewan Pengembangan Pertanian Sum-Ut (1965-1967)
- Penjabat Direktur Produksi PNP V di Sumatera Utara (1968)
- Direktur Produksi PNP V di Sumatera Utara (1968-1976)
- Direktur Produksi PTP V (1976-1978)
- Dirut PTP XXIII di Surabaya (1978)
- Penjabat Ketua Staf Bina Perusahaan Negara Sektor Pertanian Jakarta (1982)

Jabatan Dalam Kabinet:

Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras dalam kabinet Pembangunan IV masa kerja 29 Maret 1983 - 19 Maret 1988
Menteri Kehutanan dalam kabinet Pembangunan V masa kerja 23 Maret 1988 - 17 Maret 1993

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Ismail Saleh


Letnan Jenderal TNI Ismail Saleh, SH (lahir di Pati, Jawa Tengah, 7 September 1926) adalah mantan Jaksa Agung pada masa Kabinet Pembangunan V periode 1981-1984. Setelah lulus HIS tahun 1941, Ismail masuk ke Sekolah Menengah Pertanian. Kemudian melanjutkan ke SMA dan tamat tahun 1950. Setelah itu ia masuk Akademi Hukum Militer dan Perguruan Tinggi Hukum Militer.

Ismail mengawali karirnya sebagai anggota Intel Tentara Divisi III, Yogyakarta, anggota Pasukan Ronggolawe Divisi V di Pati dan Wonosobo (1948-1949), Direktorat Kehakiman Angkatan Darat (1952), Perwira Penasihat Hukum Resimen 16, Kediri (1957-1958), Jaksa Tentara di Surabaya (1959-1960), Jaksa Tentara Pengadilan Tentara Daerah Pertempuran Indonesia Timur dan Manado (1960-1962), Oditur Direktorat Kehakiman AD (1962), dan Perwira Menengah Inspektorat Kehakiman AD (1964-1965).

Riwayat Karir:

- Anggota Intel Tentara Divisi III, Yogyakarta

- Anggota Pasukan Ronggolawe Divisi V di Pati dan Wonosobo (1948-1949)

- Bekerja di Direktorat Kehakiman AD (1952)

- Perwira Penasihat Hukum Resimen 16, Kediri (1957-1958)

- Jaksa Tentara di Surabaya (1959-1960)

- Jaksa Tentara Pengadilan Tentara Daerah Pertempuran Indonesia Timur, Manado (1960-1962)

- Oditur Direktorat Kehakiman AD (1962)

- Perwira Menengah Inspektorat Kehakiman AD (1964-1965)

- Sekretariat Presidium Kabinet (1967-1968)

- Wakil Sekretaris Kabinet/Asisten Sekneg Urusan Administrasi Pemerintahan (1972)

- Sekretaris Kabinet (1978)

- Direktur LKBN Antara (1976-1979)

- Pj. Ketua BKPM, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (1979-1981)

- Jaksa Agung (1983-1988)

- Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan V (1988-1993)


Jabatan Dalam Kabinet:

Menteri Kehakiman dalam kabinet Pembangunan V masa kerja 23 Maret 1988 - 17 Maret 1993


Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Kabinet Pembangunan IV [19 Maret 1983-22 Maret 1988]


Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983-22 Maret 1988) adalah kabinet yang dibentuk pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah. Adapun susunan kabinetnya adalah sebagai berikut.

Menteri Koordinator

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan : Jenderal (Purn.)Surono
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan: Prof Dr Ali Wardhana
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat: Letjen. (Purn.) H Alamsyah Ratu Perwiranegara

Menteri yang memimpin Departemen

Menteri Dalam Negeri : Soepardjo Roestam
Menteri Luar Negeri : Prof. Dr Mochtar Kusumaatmadja
Menteri Pertahanan/Keamanan: Jenderal S Poniman
Menteri Kehakiman: Ali Said, SH
Menteri Penerangan: Harmoko
Menteri Keuangan: Drs Radius Prawiro
Menteri Perdagangan: Rachmat Saleh, SE
Menteri Koperasi: Bustanil Arifin SH
Menteri Pertanian: Ir Achmad Affandi
Menteri Kehutanan: Soedjarwo
Menteri Perindustrian: Ir Hartarto
Menteri Pertambangan dan Energi: Prof Dr Subroto
Menteri Pekerjaan Umum: Ir Suyono Sosrodarsono
Menteri Perhubungan: Rusmin Nuryadin
Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi: Letjen.(Purn.) Achmad Tahir
Menteri Tenaga Kerja: Laksamana (Purn.) Sudomo
Menteri Transmigrasi: Martono
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Prof Dr Nugroho Notosusanto (karena meninggal dunia diganti) Prof Dr Fuad Hassan
Menteri Kesehatan: Dr Suwardjono Surjaningrat
Menteri Agama: H Munawir Sjadzali MA
Menteri Sosial: Ny Nani Soedarsono SH

Menteri Negara yang mempunyai bidang tugas tertentu

Menteri/Sekretaris Negara: Letjen. (Purn.) Sudharmono SH
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional merangkap Ketua Bappenas: Prof Dr J.B. Sumarlin
Menteri Negara Riset dan Teknologi, merangkap Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi: Prof Dr Ing B.J. Habibie
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup: Prof Dr Emil Salim
Menteri Negara Perumahan Rakyat: Drs Cosmas Batubara
Menteri Negara Pemuda dan Olahraga: dr. Abdul Gafur
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara merangkap Wakil Ketua Bappenas: Dr Saleh Afiff
Menteri Negara Peranan Wanita: Ny L. Soetanto, SH (karena meninggal, diganti) Ny A.S. Murpratomo

Menteri Negara sebagai Menteri Muda

Menteri Muda/Sekretaris Kabinet: Drs Moerdiono
Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri: Ir Drs Ginandjar Kartasasmita
Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan: Ir Wardoyo
Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras: Ir Hasjrul Harahap
Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan: Prof Dr J.H.Hutasoit


Pejabat tinggi yang erat hubungannya dengan kelancaran Tugas-tugas Kabinet Pembangunan IV (berkedudukan setingkat Menteri)

Jaksa Agung: Ismail Saleh, SH
Gubernur Bank Indonesia: Dr Arifin M Siregar
Panglima ABRI: Jenderal L.B. Moerdani

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Rabu, 23 November 2011

Biografi Bacharuddin Jusuf Habibie [B.J. Habibie]


Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936; umur 75 tahun) adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatannya digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.

Keluarga dan pendidikan

Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo lahir di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara.

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Sebelumnya ia pernah berilmu di SMAK Dago. Ia belajar teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingineur pada 1960 dan gelar doktor ingineur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan karier

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman, sehingga mencapai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto.

Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.

Ia diangkat menjadi ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa jabatannya sebagai menteri.

Masa Kepresidenan

Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto akibat salah urus di masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.

Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.

Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur.

Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkan Habibie. Upaya ini akhirnya berhasil dilakukan pada Sidang Umum 1999, ia memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.

Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.

“ Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa. Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam pemberitaan. ”

Masa Pascakepresidenan

Setelah ia turun dari jabatannya sebagai presiden, ia lebih banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center.

Publikasi

Karya Habibie

Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
Sophisticated technologies : taking root in developing countries, International journal of technology management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
Detik-detik Yang Menentukan - Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998)

Mengenai Habibie

Hosen, Nadirsyah, Indonesian political laws in Habibie Era : Between political struggle and law reform, ,Nordic journal of international law, ISSN 0029-151X, Bd. 72 (2003), 4, hal. 483-518
Rice, Robert Charles, Indonesian approaches to technology policy during the Soeharto era : Habibie, Sumitro and others, Indonesian economic development (1990), hal. 53-66
Makka, Makmur.A, The True Life of HABIBIE Cerita di Balik Kesuksesan, PUSTAKA IMAN, ISBN 978-979-3371-83-2, 2008

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi J. B. Sumarlin


Johannes Baptista Sumarlin (lahir di Nglegok, Blitar, Jawa Timur, 7 Desember 1932; umur 78 tahun) adalah salah seorang ekonom Indonesia yang pernah memegang berbagai jabatan pemerintahan penting di bidang ekonomi. Ia adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1958. Jabatan yang pernah dipegangnya antara lain Ketua BPK, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas dan Menag PAN.

Pendidikan

SD Negeri I, Blitar (1944)
SMP, Kediri dan Yogyakarta (1947)
SMA, Yogyakarta dan Jakarta (1952)
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1958)
Universitas California, Berkeley, AS (M.A., 1960)
Universitas Pittsburg, AS (doktor, 1968)

Karier

Asisten dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) (1957)
Dosen dan selanjutnya guru besar FE UI (1960-sekarang)
Sekretaris Dewan Moneter (1970-1973)
Deputi Ketua Bappenas bidang Fiskal dan Moneter (1970-1973)
Anggota MPR (1972-1988)
Wakil Ketua Bappenas (1973-1982)
Ketua Opstib, merangkap Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara (1973-1983)
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, merangkap Ketua Bappenas (1983-1988)
Menteri Pendidikan ad interim (1985)
Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan V (1988-1993)
Ketua BPK 1993-1998
Presiden Komisaris (Independen) Asuransi Ramayana Tbk. ( ASRM )

Penghargaan

Bintang Mahaputra Adiprana III, 1973
Bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia, tahun 1975

Mengabdi di Pusat Kebijakan Ekonomi

Pria berperawakan kecil dan selalu memberikan senyuman menyejukkan, ini memainkan peran dan pengabdian sentral pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba), khususnya di bidang perekonomian. Sejak 1970 hingga 1998, dia berperan dalam pusat kebijakan ekonomi dan keuangan. Dia salah seorang arsitek ekonomi Indonesia yang ‘dibesarkan’ Widjojo dan ‘diandalkan’ Pak Harto.

Tahun 1970 hingga 1973, penganut agama Katolik kelahiran Nglegok, Blitar, Jawa Timur, 7 Desember 1932, dengan nama baptis Johannes Baptista Sumarlin, ini sudah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Moneter. Sebelumnya, ia bahkan sudah mengabdi sebagai Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas. Selanjutnya selama sepuluh tahun (1973-1983), Sumarlin menjabat Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara (Menpan), merangkap Wakil Ketua Bappenas dan Ketua Opstib. Kemudian, ia menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Menneg PPN) merangkap Ketua Bappenas tahun 1983-1988. Di sela-sela periode itu ia ditunjuk sebagai Menteri Keuangan ad interim dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan ad interim, menggantikan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto yang wafat pada 1985.

Pada Kabinet Kabinet Pembangunan V periode 21 Maret 1988-17 Maret 1993, Sumarlin menjabat Menteri Keuangan. Setelah itu, sebelum kejatuhan rejim Orde Baru, Sumarlin dipercaya memimpin lembaga tinggi negara, selaku Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia salah satu arsitek ekonomi Indonesia bersama para dedengkot ekonomi lainnya, seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim dan Ali Wardhana. Mereka dijuluki sebagai “mafia Barkeley”. Julukan yang muncul karena para penentu dan pengambil keputusan di bidang ekonomi rejim Soeharto itu adalah doktor ekonomi lulusan berbagai universitas dari lingkungan Barkeley, Amerika Serikat.

JB Sumarlin, misalnya, adalah lulusan master bergelar MA (Master of Arts) dari Universitas California, AS tahun 1960, dan lulusan doktor bergelar Ph.D dari Universitas Pittsburg, AS tahun 1968. Untuk gelar doktornya Sumarlin lulus dengan disertasi berjudul Some Aspects of Stabilization Policies and Their Institutional Problems: The Indonesian Case 1950-1960. Sebelum mengabdi di lingkungan pusat kebijakan ekonomi, lulusan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) tahun 1958, ini sejak tahun 1957 sudah menjadi asisten dosen di almamaternya. Kemudian sejak tahun 1965 diangkat menjadi dosen, lalu sebagai guru besar FE-UI tahun 1979. Sumarlin meraih gelar master (MA) dari Universitas California, Berkeley, AS (1960) dan gelar doktor dari Universitas Pittsburg, AS (1968). Sebelumnya, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan industri di Jakarta. Di masa revolusi fisik, Sumarlin ikut bergerilya sebagai anggota Palang Merah Indonesia, dan sebagai anggota TNI di Jawa Timur. Atas pengabdiannya, ia menerima tanda kehormatan dari pemerintah RI berupa Bintang Mahaputra Adiprana III, 1973. Dua tahun kemudian ia menerima Bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia. Penggemar olah raga tenis dan jogging, ini menikah dengan Th. Yostiana Soedarmi, dikaruniai empat orang anak.

‘Anak Kecil’ di Belakang Widjojo

Tentang perawakannya yang kecil, itu pernah secara unik menjadi bahan perkenalan dirinya dengan Sudharmono, mantan Menteri Sekretaris Negara yang akrab disapa Pak Dhar. Ketika itu, di permulaan tahun 1969 atau awal kebangkitan Orde Baru, Sumarlin selaku Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas diminta mendampingi Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro menghadiri Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi, di Istana Negara. Sudharmono saat itu masih sebagai Sekretaris Presidium Kabinet, tugasnya membantu Jenderal Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet Ampera. Sudharmono (Pak Dhar), dengan gaya yang serius dan lugas, malah terkesan ‘arogan dan seram’, sambil jarinya menunjuk ke arah Sumarlin, bertanya kepada Widjojo, “Siapa anak kecil yang duduk di belakang kursi Pak Widjojo itu?” Sumarlin lalu langsung diperkenalkan Widjojo ke Pak Dhar. “Oh, ini tenaga yang pernah Pak Widjojo sebutkan tempo hari, yang akan ditarik ke Bappenas,” ujar Pak Dhar lagi, yang dengan nada seenaknya menimpali perkenalan Sumarlin oleh Widjojo.

Memperoleh perlakuan demikian, Sumarlin sempat kaget, merasa bersalah, koq berani-beraninya ikut duduk di belakang Widjojo menghadiri sidang kabinet yang begitu penting bagi negara. Sebab yang hadir dalam sidang seperti itu sangat terbatas dan selektif sekali hanya oleh para menteri. Bila pun ada pendamping harus terlebih dahulu diberitahukan kepada Sekretaris Kabinet. Sumarlin lalu tawar hati, minta kepada Widjojo agar pada sidang kabinet selanjutnya diizinkan untuk tidak ikut mendampingi. Namun Widjojo membesarkan hatinya untuk tetap saja seperti itu ikut hadir dalam sidang-sidang kabinet selanjutnya. Ajakan Widjojo benar. Malah Sumarlin menjadi salah seorang menteri paling dipercaya Pak Harto di bidang ekonomi-keuangan.

Sewaktu menjabat sebagai Deputi Bappenas, Sumarlin sangat intensif bekerja sebagai salah satu anggota Tim Penyempurnaan Bahan GBHN 1973, yang dipimpin oleh Sudharmono selaku Sekretaris Kabinet. Setiap tahun Sumarlin bertugas menyiapkan penyusunan Lampiran Pidato Kenegaraan yang disampaikan oleh Pak Harto setiap tanggal 16 Agustus, di depan sidang DPR, yang merupakan laporan tahunan pelaksanaan Repelita.

Sumarlin juga aktif sebagai anggota Tim Penyempurnaan Naskah GBHN 1973 pimpinan Sudharmono, anggota Dewan Pembina Harian Dharma Wanita pimpinan Amir Machmud (Menteri Dalam Negeri), Wakil Ketua Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah tahun 1980 pimpinan Sudharmono, atau yang sehari-hari dikenal sebagai Tim Keppres 10, serta sebagai Wakil Ketua Tim Penghimpun Bahan-Bahan GBHN 1978, 1983, juga pimpinan Sudharmono.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com

Biografi Alamsjah Ratoe Perwiranegara


Alamsjah Ratoe Perwiranegara (lahir di Kotabumi, Lampung Utara, Lampung, 25 Desember 1925 – meninggal di Jakarta, 8 Januari 1998 pada umur 72 tahun) adalah tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri dan Duta Besar Indonesia.

Pendidikan dan masa sekolah

Alamsjah pertama kali mengenyam pendidikan dasar di Tanjung Karang kemudian melanjutkan di Lampung Gakuin (setingkat SLTP) dan akhirnya menyelesaikan tingkat sekolah di LPPU (setingkat SMA).

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945) sempat mengikuti pendidikan militer Gyu Gun. Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, Alamsjah dikirim ke India untuk mengikuti pendidikan ilmu kemiliteran di Senior Officer Course di Mhow dan kemudian melanjutkan pendidikan di General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat.

Karier militer dan politik

Pangkat kemiliteran terakhir yang dicapainya sebelum masuk menjadi anggota kabinet sebagai Sekretaris Negara adalah letnan jenderal - Men/Pangad (perbendaharaan). Alamsjah juga sempat menjadi Duta Besar Ri untuk Belanda pada tahun 1972-1974. Karena kondisi kesehatannya menurun, Alamsjah digantikan oleh Letjen Sutopo Juwono. Ia kemudian diangkat menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Dalam Kabinet Pembangunan III (1978-1983) Alamsjah diangkat sebagai Menteri Agama dan dalam Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) ia menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Kesejahteran Rakyat.

Alamsjah sempat vakum dari dunia politik pada tahun 1989-1991 karena menderita penyakit jantung koroner yang akhirnya dilakukan tindakan operasi by-pass di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.

Setelah diselenggarakannya KTT Non-Blok di Indonesia pada tahun 1992, Alamsjah diangkat menjadi Duta Besar Keliling Non-Blok untuk urusan Timur Tengah (1992-1995).

Masa pensiun dan akhir hayat

Dalam masa pensiun dari dunia politik Alamsjah memimpin perusahan yang bernama Perwira Penanggan Ratu dan menghabiskan waktunya di kediamannya di daerah Pejaten Jakarta Selatan.

Pada 18 November 1997 Alamsjah mendapat serangan asma berat dan sempat dirawat di Rumah Sakit MMC, Kuningan, Jakarta sebelum akhirnya meninggal pada 8 Januari 1998. Alamsjah dimakamkan secara militer dengan upacara kemiliteran yang dipimpin oleh Jenderal Wiranto di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Keluarga

Ayahnya bernama Baharuddin Yoesoef (1985-1929) dan ibunya, Siti Mariam (1892-1935). Alamsjah adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara; nama-nama saudaranya adalah Achmad Bermawi, Siti Arbain, Siti Hafsyah, Siti Amenah, Mohammad Adenan, Siti Rohaya, Mohammad Sirod dan Marsiyem.

Pada 12 Januari 1952 Alamsjah menikah pada dengan Siti Maemunah Alamsjah, yang lahir di Palembang pada 15 April 1930. Pasangan ini dikaruniai lima orang anak yaitu Jusuf Haery Alamsjah, Muhammad Ali Muda Alamsjah, Muhammad Soleh Denny Alamsjah, Siti Mariam Merry Alamsjah, dan Siti Hafsah Atty Alamsjah. Dari anak-anaknya, Alamsjah dan istrinya memperoleh 12 orang cucu. Salah satunya adalah Abdul Sattar yang dilahirkan pada (30 September 1984) dari pasangan Siti Mariam Merry Alamsjah dan Dr Abadi Soetisna, MSI. Cucu pertamanya ini sempat diajak berkeliling oleh Alamsjah semasa menjalankan tugas kenegaraan.

Beberapa cucu Alamsjah yang lain di antaranya adalah Achmad Syamsuri Muda, yang kemudian diberi nama kecil Amot (25 April 1987) yang lahir dari pasangan Atty Alamsjah dan Ir. Agus Bachtiar, dan Ahmad Syukri (3 November 1988) dari pasangan Muhammad Soleh Denny Alamsjah dan Ginna.

Adapun cucu dari pasangan putra tertuanya Jusuf Haery Utama Alamsjah, M.Arch dan Ir. Dewi Arimbi Soeharto yang merupakan putri dari dr. H.Soeharto & Sinta Tedjasukmana Soeharto, adalah Siti Maimunah Jibrilia, Abdullah M. Abi Alamsjah, Siti Khadijah Tikha, Abdurahman M. Dumas,dan Abdurahim M. Khairy Alamsjah Muda. Putra tertua Alamsjah juga mengikuti jejak sang ayah dalam pengabdian kepada negara sebagai wakil rakyat di DPR/MPR RI sejak tahun 1992 dan sempat bertugas di DPP GOLKAR serta ICMI Pusat.

Postingan Ini Dilindungi HAK Cipta, Dan menggunakan Anti Block Dan Copy dengan CSS3 (Belum bisa ditembus seperti Anti Copy Javascript) untuk menghindari Penjiplakan, Untuk Itu jika anda membutuhkan isi dari postingan ini untuk keperluan pembelajaran, anda dapat mengirimkan E-Mail ke djnand.dj@gmail.com